REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laili R Lathifah (37 tahun), wakil kepala Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah Kubang, Kabupaten Limopuluah Koto, Sumatra Barat itu mengatakan, penghasilan yang terima saat ini belum sebanding dengan kewajiban yang mesti ia jalani setiap hari.
"Ada perbedaan yang sangat mencolok antara pendapatan yang saya terima dan beban kerja yang harus saya tunaikan sebagai guru madrasah," ujar dia belum lama ini.
Laili mengatakan, setiap bulannya dia mendapat jatah mengajar sebanyak 12 jam. Dari pengelola madrasah, dia dibayar Rp 20 ribu untuk setiap jam pelajaran. Dengan kata lain, penghasilan yang ia peroleh dari mengajar di sana setiap bulan adalah Rp 240 ribu. "Jika ditambah dengan tunjangan jabatan saya sebagai wakil kepala madrasah, gaji bersih yang saya terima setiap bulan adalah Rp 480 ribu per bulan," kata dia.
Selain gaji dari madrasah, Laili dan guru-guru lainnya di sekolah itu juga mendapat tunjangan dari Kementerian Agama (Kemenag) RI sebesar Rp 300 ribu per bulan. Akan tetapi, uang itu pun baru dapat dicairkan setiap enam bulan sekali.
"Kalau gaji madrasah tadi ditambahkan lagi dengan tunjangan dari Kemenag, total pendapatan saya harusnya Rp 780 ribu per bulan. Tapi, pada praktiknya, yang saya terima hanya Rp 730 ribu karena ada potongan lagi dari Kemenag sebesar Rp 50 ribu per bulan," ujar Laili.
Dia menuturkan, sistem penggajian di madrasah yang ia kelola memang berbeda dengan madarasah-madrasah milik Muhammadiyah lainnya, seperti Madrasah Aliyah Kulliyatul Mubalighien Muhammadiyah Kauman Padangpanjang misalnya, guru-guru di sana mendapat gaji pokok dengan jumlah yang tetap setiap bulannya. Hal itu bisa dilakukan karena sekolah tersebut memang sudah jauh lebih maju dibandingkan madrasah Muhammadiyah yang ada di kampung-kampung seperti Kubang.
"Kami di Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah Kubang dibayar sesuai jatah jam mengajar, bukan berdasarkan gaji pokok. Itu juga berlaku bagi guru dengan status karyawan tetap. Jika ada guru di sini yang hanya kebagian mengajar 10 jam, dia cuma dapat Rp 200 ribu per bulan," kata Laili.
Meskipun penghasilan yang terima sangat jauh dari kata cukup, ibu tiga anak itu mengaku tetap merasa bersyukur. "Saya tidak menyesal sedikit pun bekerja di sini. Karena, mengajar sudah saya anggap sebagai jalan hidup saya," kata dia.