Kamis 13 Apr 2017 11:20 WIB
Haul Al-Marhumin

Mbah Muqoyyim, Pendiri Pondok Buntet Pesantren yang Dibenci Penjajah

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sosok Mbah Muqoyyim sangat dihormati para santri dan keluarga besar Pondok Buntet Pesantren Cirebon. Jejak perjuangannya yang gigih melawan penjajah Belanda dan menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat, masih bisa dijumpai hingga sekarang.

Salah seorang pengasuh dan anggota keluarga Pondok Buntet Pesantren Ahmad Rofahan menjelaskan, Mbah Muqoyyim awalnya tinggal di lingkungan Kesultanan Cirebon sebagai seorang mufti. Dia pun sangat dihormati di lingkungan keraton.

Namun, Mbah Muqoyyim akhirnya memilih meninggalkan kehidupan di keraton. Pasalnya, keraton saat itu tunduk pada Belanda yang terus menerus mencampuri kehidupan keraton. "Mbah Muqoyyim sangat membenci penjajah Belanda," ujar Rofahan, Kamis (13/4).

Setelah keluar dari dalam keraton, Mbah Muqoyyim pergi ke daerah Buntet, yang kini masuk dalam Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Di daerah ini, pada 1750, dia membangun pesantren sebagai pusat penyebaran ajaran Islam.

Namun, penjajah Belanda mengetahui hal itu hingga menyerang pesantren yang didirikan Mbah Muqoyyim. Bekas bangunan pesantren yang hancur akibat bombardir Belanda tersebut masih bisa dijumpai hingga sekarang.

Mbah Muqoyyim pun terpaksa meninggalkan Buntet dan menuju daerah Sindanglaut, Kabupaten Cirebon. Di tempat tersebut, Mbah Muqoyyim kembali mendirikan pesantren.

Sikap Mbah Muqoyyim yang keras terhadap penjajah Belanda, membuatnya terus diburu. Penjajah Belanda yang  mengetahui posisi Mbah Muqoyyim lantas menyerang Mbah Muqoyyim dan pesantrennya. Mbah Muqoyyim yang berhasil selamat lantas pergi ke daerah Pemalang, Jawa Tengah.

Di Pemalang, Mbah Muqoyyim juga mendirikan pesantren. Sedangkan saat itu, di Cirebon sedang berkembang wabah penyakit mematikan yang dikenal warga setempat dengan nama ‘toun’. "Mbah Qoyyim lantas diminta pulang ke Cirebon untuk mendoakan agar penyakit ‘toun’ yang sedang mewabah segera hilang," kata Rofahan.

Dengan izin Allah SWT, Mbah Muqoyyim yang bersedia pulang ke Cirebon dan berhasil menghilangkan penyakit toun. Dia kemudian memilih membangun kembali pesantren di Buntet.

Lokasinya, berjarak sekitar satu kilometer sebelah barat dari puing pesantren yang didirikannya pertama kali. Hingga saat ini, Pondok Buntet Pesantren berkembang pesat sebagai salah satu pesantren tertua di Indonesia.

"Saat ini, jumlah santrinya sekitar empat ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi," tutur Rofahan.

Meski Mbah Muqoyyim telah lama meninggal dunia, namun sosok dan semangat perjuangannya terus hidup dan sangat dihormati para santri, keluarga besar Pondok Buntet Pesantren dan warga. Begitu pula dengan sosok para kyai sesepuh penerus Mbah Muqoyyim.

Sebagai bentuk penghormatan itu, keluarga besar Pondok Buntet Pesantren setiap tahun menyelenggarakan Haul Al-Marhumin Mbah Muqoyyim, sesepuh dan warga. Dalam haul itu, keluarga besar Pondok Buntet Pesantren dan masyarakat mendoakan mereka.

Pada 2017 ini, Haul Al-Marhumin Sesepuh dan Warga di Pondok Buntet Pesantren dihadiri Presiden Jokowi. Kehadiran Presiden disambut ribuan santri, Kamis (13/4).

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement