REPUBLIKA.CO.ID, Cara kaum muslim di Indonesia dalam menghayati agamanya bermacam-macam. Salah satunya adalah dengan melalui wawasan keagamaan yang bernapaskan semangat tasawuf. Sering kali disebutkan, bahwa karena tasawuf itulah dulu orang Indonesia memeluk Islam. Menurut Dr Martin van Bruinessen, warga negara Belanda yang pernah menjadi dosen tamu pada Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijogo, Yogyakarta, islamisasi di Indonesia bermula ketika tasawuf merupakan corak pemikiran yang dominan di dunia Islam.
Dalam bukunya 'Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia', Martin mengemukakan, bahwa pikiran kaum sufi terkemuka seperti Ibmu Arabi dan Abu Hamid al-Ghazali sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian para generasi Muslim pertama di Indonesia. "Sebagian besar para pemimpin Muslim di Indonesia, juga menjadi pengikut ajaran tarekat," kata Martin yang menulis bukunya dengan mengumpulkan berbagai sumber baik melalui studi literatur maupun menjumpai secara langsung para guru tarekat terkenal.
Tarekat, yang makna harfiahnya 'jalan', mengacu baik kepada sistem latihan meditasi maupum amalan, seperti wirid dan zikir yang dihubungkan dengan sederet guru sufi dan organisasi yang tumbuh di sekitar metode tasawuf yang khas ini. Berbagai ragam ajaran tarekat berkembang di Indonesia. Beberapa di antaranya hanya merupakan tarekat lokal yang berdasarkan ajaran dan amalan guru tertentu, sementara tarekat lainnya merupakan cabang dari gerakan sufi internasional, seperti Khalwatiyah (Sulawesi Selatan), Syatariyah (Sumatra Barat dan Jawa), Syadzaliyah (Jawa Tengah), dan yang paling besar adalah Naqsyabandiyah yang berkembang di hampir pelosok nusantara. Ajaran tarekat yang terakhir ini diuraikan secara detil di dalam buku Martin yang pertama kali diterbitkan di Indonesia pada awal Juli 1913 itu.
Martin yang juga pernah bekerja sebagai konsultan metodologi penelitian di LIPI (1986-1990) ini mengatakan, sesungguhnya tarekat tidak hanya mempunyai fungsi keagamaan. Tetapi, juga merupakan cara lain bagi seseorang untuk mencari kekuatan spiritual dan tenaga batin. Di antara anggota masyarakat yang tidak puas dengan keadaan dan kemudian melarikan diri dari kehidupan duniawi sehari-hari, mengalihkan perhatian mereka pada kehidupan batin dengan cara mengamalkan ajaran tarekat. "Mereka mencari kebersihan diri dan ketentraman batin serta kekuatan rohani sebagai upaya menjauhkan diri dari dunia luar yang mereka pahami sebagai dunia yang kotor dan bergelimang ketidakadilan," ujarnya.
Sheikh Yusuf
Menurut catatan sejarah, jumlah pengikut tarekat, khususnya Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia meningkat dengan pesat setelah tahun 1885. Sementara tarekat itu sendiri telah hadir di Indonesia lebih dari dua abad tanpa ada perhatian dari Pemerintah Belanda.
Menurut Martin, ulama dan sufi Indonesia yang pertama kali mengenalkan tarekat lewat karya tulis adalah sheikh Yusuf Makasar (1636-1699). Sheikh Yusuf berasal dari Kerajaan Islam Gowa, Sulawesi Selatan. Pada usia 18, ia berangkat ke Makkah untuk menuntut ilmu dan sekaligus untuk menunaikan ibadah haji. Ia mempelajari Tarekat Naqsyabandiyah lewat guru sufi ternama Muhammad Abdul Baqi. Setelah itu, ia juga belajar berbagai macam tarekat lain di Madinah.
Sheikh Yusuf kembali ke Indonesia pada 1613, namun tidak langsung ke tempat kelahirannya, lantaran pada 1669, Gowa telah ditaklukkan oleh Belanda yang bersekutu dengan Kerajaan Bugis saingan Goa. Ia lalu melanjutkan perjalanan ke Banten dan menjadi salah seorang yang paling disegani di tempat itu.
Kehadiran Sheikh Yusuf meningkatkan nama Banten sebagai pusat pendidikan Islam yang cukup menarik minat para pelajar. Di Banten ini, Shekh Yusuf lalu mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Meski jihadnya itu bisa ditumpas Belanda, namun tak pernah mengurangi semangat perjuangan Shekh Yusuf dan para pengikutnya untuk mengembangkan ajaran tarekat.
Sheikh Yusuf memang bukan orang Indonesia pertama yang mengamalkan ajaran tarekat. Namun ia merupakan orang pertama yang menulis banyak tentang ajaran tarekat. "Perjalanan hidupnya membuktikan kesalehan mistik yang tidak menghalangi militansi politiknya," ungkap Martin. Sebagian besar karangan Sheikh Yusuf ditulis dalam bahasa Arab dan sebagian kecil berbahasa Bugis.
Melalui berbagai tulisan Yusuf, ajaran tarekat yang berpusat di Timur Tengah, semakin merebak dan berkembang ke seluruh pelosok nusantara dengan berbagai ragam tarekat dan organisasi semacamnya.
Tarekat Naqsyabandiyah
Berbeda dengan tarekat lain yang berkembang di Indonesia, Tarekat Naqsyabandiyah yang dikembangkan oleh Sheikh Yusuf, lebih menitikberatkan pada syariat dan paling banyak memberikan tekanan pada kajian teks selain latihan kesufian. Pengikut tarekat itu tidak hanya dari lapisan sosial tertentu, tapi juga dari berbagai wilayah perkotaan, pedesaan, dan bahkan berbagai kelompok profesi tertentu.
Menurut Martin, tarekat bukan sama sekali tidak mempunyai kaitan dengan iklim sosial dan politik yang sedang berlangsung. Peranan tarekat di kalangan pengikutnya pernah mengalami kelemahan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Perkembangan dan pertumbuhan kaum modernis dan organisasi massa yang berorientasi politik sangat berpengaruh terhadap melemahnya peranan tarekat, karena rasa tidak puas di bidang politik dan ekonomi yang mestinya disalurkan lewat tarekat dapat tersalurkan lewat organisasi secara formal. Berkat usaha beberapa shekh Naqsyabandiyah di Indonesia, pengaruh dan peranan tarekat kembali bangkit secara luar bisasa di penghujung tahun 1950-an dan 1960-an.