Senin 10 Apr 2017 12:15 WIB

Ilmu yang Manfaat

Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.
Foto: Photobucket.com/ca
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Catatan yang dibuat Prof Jim Khalili dari Universitas Surrey, Inggris, mungkin bisa membuat kita merenung sejenak bahwa kontribusi serupa pernah dihasilkan berabad-abad lalu di Irak. Sampai-sampai, Jim Khalili menulis di laman BBC bahwa Newton sendiri berdiri di atas seorang raksasa yang hidup 700 tahun silam.

Ilmuwan brilian itu bernama al-Hassan Ibn al-Haytham. Dia lahir pada 965 di Irak. Kebanyakan orang  di Barat tak pernah mendengar tentang al-Haytham. Sejarah populer umumnya menjelaskan bahwa tidak ada penemuan ilmiah besar antara Yunani Kuno dan masa Renasains (pencerahan) Eropa. Namun,  abad kegelapan yang melanda Eropa Barat bukan berarti membuat stagnasi di tempat lain pada waktu yang sama. Faktanya, pada abad ke-9 hingga ke-13 tercatat menjadi era keemasan ilmuwan Arab.  Salah satunya al-Haytham.

Ibn al-Haytham dirujuk sebagai bapak dari metode ilmu pengetahuan modern. Secara umum, metode yang digunakan Ibn al-Haytham menggunakan pendekatan penyelidikan fenomena, mendapatkan pengetahuan baru, atau mengoreksi dan mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya berdasarkan data yang dikumpulkan lewat pengamatan dan uji hipotesis.

Ibn al-Haytham adalah seorang ilmuwan pertama yang memberi pengukuran akurat tentang bagaimana kita melihat sebuah objek. Dia membuktikan bahwa teori emisi yang menyatakan bahwa cahaya berasal dari mata kita yang bersinar dan mengenai objek kita lihat. Ibn al-Haytham membuktikan teori yang diyakini filsuf seperti Plato dan Ptolemius adalah salah.

Dia pun menggunakan matematika untuk menjelaskan proses ini. Lutfallah Gari, peneliti sejarah sains dan teknologi asal Arab Saudi, menjelaskan, al-Haytham meneliti pembiasan cahaya pada permukaan tak berwarna, seperti kaca, udara, dan air. Al-Haytham mengatakan, bentuk dari objek visual akan terdistorsi bila dilihat melalui objek tak berwarna.

Ia juga mengatakan, objek visual yang dilihat manusia akibat pembiasan cahaya dari materi seperti air atau kaca akan menyebabkan bentuk atau ukuran objek lebih besar dari bentuk aslinya. Teori ini ditulis dalam kitab al-Manazir (Optik) yang kemudian dikembangkan Roger Bacon (1214-1294) sehingga lahirlah ide tentang  kaca pembesar. Ide ini pun menjadi cikal bakal kacamata.

Pentingnya sumbangsih para ilmuwan pada peradaban manusia tak bisa dimungkiri. Sebenarnya, Islam pun mengajarkan, salah satu syarat untuk menjadi manusia terbaik adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Manusia itu pun dicintai oleh Allah SWT. Sesuai dengan apa yang diriwayatkan Imam Thabrani dari Jabir RA: "Rasulullah SAW bersabda, 'Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.'"

Kebermanfaatan tersebut pun bisa dalam beragam bentuk dari ilmu, harta, hingga tenaga.  Bicara tentang ilmu bisa diibaratkan sebagai cahaya. Pelitanya bisa menerangi peradaban manusia. Temuan tentang teori cahaya membebaskan manusia dari belenggu keyakinan sesat bahwa cahaya bersinar dari mata. Tidak terbayang jika al-Haytham dan Newton tak pernah menemukan teori tentang optik. Kacamata, lensa, dan kamera tidak akan pernah ada.

Ilmu yang bermanfaat  pun abadi bersama dengan penemunya. Menyingkirkan teori-teori dulu yang batil (salah). Maka, Mahabenar Allah SWT yang telah memisahkan air dengan buihnya seperti logam dengan percikannya. Allah SWT memisahkan mereka layaknya yang benar dan batil, memisahkan antara pemberi manfaat dan yang tidak berharga.

"Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan" (QS ar- Rad [13]: 17).

Ilmu yang bermanfaat juga ternyata tak hanya memberi manfaat kepada orang lain. Ilmu itu akan berbalik menjadi investasi bagi para ahlinya selepas kematian. Bukan hanya namanya yang tetap berada di bumi, ilmunya akan menolong dia saat menghuni alam baka. Sesuai apa yang dipesankan Rasulullah SAW, ilmu bermanfaat adalah satu dari tiga pahala yang akan tetap mengalir selepas mati. Wallahualam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement