Selasa 04 Apr 2017 21:33 WIB

Dr Briliantono: Penting, Membiasakan Perilaku Terpuji

Dr Briliantono M Soenarwo (kiri) mengisi kajian ba'da Zhuhur di Mushalla Asysyifa, Halimun Medical Center (HMC) Jakarta.
Foto: Dok HMC
Dr Briliantono M Soenarwo (kiri) mengisi kajian ba'da Zhuhur di Mushalla Asysyifa, Halimun Medical Center (HMC) Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang Muslim harus membiasakan berperilaku terpuji. Salah satu  di antaranya membudayakan antre.

“Bersikap sabar, selalu berhusnudzan (berbaik sangka) terhadap siapapun serta bertaubat kepada Allah SWT,” kata Dr Briliantono M Soenarwo SpOT saat mengisi kajian rutin ba’da Shalat Zuhur di Mushalla Asysyifa, Halimun Medical Center (HMC) Jakarta, Selasa (4/4).

Dr Tony – panggilan karib Dr Briliantono – menambahkan, ummat Islam wajib  berbudi pekerti, perangai baik, tingkah laku atau tabiat baik. Akhlak atau perilaku yang baik di sini dicontohkan seperti gaya bertutur kata, cara makan, antre di sarana umum dan bertingkah laku yang baik.

“Ada pula yang mengatakan bahwa akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang akhirnya berbuah suatu perbuatan atau amal,” ujar Tony.  

Akhlak terpuji dapat disebut juga dengan akhlak yang utama (akhlaqul karimah) yakni akhlak baik dilahirkan sifat-sifat yang baik yang tertanam dalam jiwa seseorang tersebut. “Sangat berbeda dengan akhlak yang buruk atau perilaku yang buruk yakni yang tercermin dari tutur kata, tingkah laku, dan sikap yang tidak baik, tidak mau antre, tukang nyerobot, bicara kasar, mudah marah dan suka berantem. Semua itu menunjukkan kepribadian buruk,” papar  Tony  yang juga direktur Halimun Medical Center (HMC).

Tony menuturkan, ada beberapa contoh penerapan perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, selalu bertutur kata yang santun dan menghindari perkataan yang menyakitkan orang lain

Dalam Islam,  menjaga lisan amatlah penting seperti dalam hadis berikut: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, hendaklah ia bertutur kata yang baik atau lebih baik diam.” (HR. Bhukhari dan Muslim)

Kedua, selalu tersenyum untuk semua orang. Sesungguhnya,  tersenyum termasuk sedekah dan dapat melembutkan hati seseorang.

Rasulullah SAW bersabda, “Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah, beramar makruf dan nahi mungkar yang kalian lakukan untuk saudaranya juga sedekah, dan kalian menunjukkan jalan bagi seseorang yang tersesat juga sedekah.” (HR Tirmizi dan Abu Dzar).

Ketiga, tidak suka membuka aib orang lain dan selalu berusaha mendamaikan persengketaan antar sesama.  “Membicarakan aib orang lain atau yang disebut ghibah pada zaman sekarang bukan dianggap salah bahkan sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita. Bahkan di lingkungan  elit politik sebagai wakil rakyat. Padahal di balik perbuatan itu ada hukuman yang setimpal,” ujar Tony yang juga pimpinan Penerbit Oase Alquran.

Ia lalu mengutip ayat Alquran, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Surah al-Hujurat (49) : 12).

Keempat, mampu menghindari diri dari hasutan dan usaha untuk mengadu domba dan bermusuhan. Kelima, bersikap ikhlas bila membantu orang yang membutuhkan.

Keenam, tidak membeda-bedakan pergaulan atas dasar status sosial atau kekayaan, akan tetapi bergaul dengan orang yang saleh dan bertakwa serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Ketujuh, tidak suka berburuk sangka atau menuduh orang lain karena akan menimbulkan perasaan sakit hati. Akan tetapi apabila terjadi sebaliknya terhadap diri kita, maka maafkanlah dan doakan agar mereka menyadari kesalahannya.

Tony menekankan pentingnya bagi setiap manusia, terutama kaum Muslimin, berbudi pekerti baik. Orang yang berbudi pekerti baik, maka orang itu memiliki moral mulia, tidak suka  berantem, rela untuk  budaya antre, menghargai waktu , tidak suka molor atau telat,  suka belajar disiplin, bersosialisasi dengan  lingkungan,  merasa malu ketika menyerobot antrean , baik itu di pasar atau istana. “Bahkan masuk surga dan neraka juga harus antre,” papar Dr Briliantono M Soenarwo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement