REPUBLIKA.CO.ID, Kasus kesurupan atau kerasukan jin kerap terjadi karena satu dan lain hal. Tetapi, bagaimana mungkin jin bisa memasuki badan manusia?
Qadi Badruddin bin Abdullah as-Syibli dalam kitabnya Gharaib wa ‘Ajaib al-Jin menjelaskan fenomena tersebut.
Sebagian tokoh dari Mu’tazilah, seperti al-Jubba’i dan Abu Bakar ar-Razi Ibn Zakariya yang terkenal sebagai dokter, menampik fakta kesurupan.
Meski percaya adanya jin, tetapi mereka berpendapat mustahil dua fisik (fisik manusia dan fisik jin) bersatu dalam satu tubuh manusia (korban kerasukan).
Mereka juga berdalih, tidak ditemukan satu riwayat pun dari Rasulullah SAW yang menguatkan fakta kesurupan itu.
Akan tetapi, pandangan pentolan Mu’tazilah itu dibantah oleh kalangan Ahlussunnah waljamaah (Aswaja).
Dalam kitab Maqalat, Abu Hasan al-Asy’ari menegaskan bangsa jin itu bisa merasuk ke tubuh manusia. Ini sebagaimana digambarkan firman Allah SWT:
”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS al-Baqarah [2]: 275).
Ketika Abdullah bertanya kepada sang ayah, Ahmad Ibn Hanbal, ihwal mereka yang ingkar adanya jin yang masuk badan manusia, ayahnya tersebut berkata, ”Wahai anakku, mereka berdusta, Rasulullah sendiri yang menegaska fakta itu (kerasukan jin.”
Dalam hadis riwayat Ibnu Abbas dikisahkan, seorang perempuan yang membawa serta anaknya, mendatangi Rasulullah SAW. Si perempuan mengadu anaknya yang tiba-tiba terserang gila serupa diganggu jin pada siang dan malam hari.
Rasulullah pun mengusap dada anak laki-laki itu dan berdoa. Lalu si anak muntah dan seketika itu keluarlah bayangan hitam dari tubuhnya.
Qadi Abdul Jabbar menjelaskan, hakikat jin yang masuk pada tubuh manusia itu seperti udara. Tubuh mereka lembut dan sangat mungkin masuk ke tubuh kita. Kedua fisik tersebut bersatu, tanpa menghilangkan fisik yang lain. Meski dua-duanya tetap dalam eksistensi masing-masing.