Oleh: Abdul Syukur
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rajab merupakan salah satu dari keempat bulan haram yang disebutkan dalam Alquran, "Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya, ada empat bulan haram." (QS at-Taubah [9]: 36).
Keempat bulan yang dimaksud dalam ayat di atas telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam khutbah haji wada' (perpisahan)—tiga bulan berurutan dan satu terpisah. Tiga yang berurutan adalah Dzulqaidah, Dzulhijah, dan Muharram. Sedangkan, yang terpisah adalah Rajab. (HR Bukhari dan Muslim).
Menurut Al Qadhi Abu Ya'la, keempat bulan ini dinamakan bulan haram karena dua hal. Pertama, pada bulan-bulan ini diharamkan perang atau pembunuhan. Kedua, karena pada bulan-bulan ini larangan melakukan perbuatan haram sangat ditekankan, begitu juga sebaliknya, melakukan perbuatan baik sangat dianjurkan.
Rajab termasuk dalam keempat bulan haram, meskipun waktunya terpisah dari bulan-bulan yang lain. Nama Rajab berasal dari bahasa Arab rajjaba-yurajjibu yang berarti mengagungkan. Bulan ini disebut Rajab karena diagungkan oleh masyarakat Arab.
Ibnu Hajar Al Asqalani menyebutkan, sedikitnya ada delapan belas nama untuk Rajab, di antaranya, al-Asham yang diambil dari kata al-sukut yang artinya diam. Maksudnya, saat Rajab ini tidak terdengar gemerincing bunyi pedang dalam perang, tidak terdengar desingan tombak, dan juga tidak terdengar jeritan orang yang lari dari perang.
Nama lain dari Rajab adalah al-Ashab yang berarti menuangkan, disebut menuangkan karena pada bulan ini banyak sekali rahmat yang diturunkan. Menurut Imam Al Qurthubi, Rajab disebut juga dengan bulan munshilul asinnah (tercabutnya ujung tombak atau panah).
Hal ini disebutkan oleh Al Bukhari dalam hadisnya dari riwayat Abu Raja' Al Atharidi yang menyatakan, "Dulu kami menyembah batu, ketika kami menemukan batu yang lebih baik, maka kami buang dan mengambil batu yang lain. Apabila kami tidak menemukan batu maka kami mengumpulkan segenggam tanah, lalu kami bawakan seekor kambing dan kami peraskan susu untuknya, lalu tawaf mengelilinginya. Apabila datang bulan munshilul asinnah (dilepasnya ujung tombak atau panah) kami tidak membiarkan tombak maupun panah yang tajam kecuali kami cabut ujungnya dan kami lemparkan sebagai pengagungan terhadap bulan Rajab." (HR Bukhari).
Maka, dengan datangnya Rajab yang agung dan harus kita agungkan ini, semestinya kita segera menghentikan segala bentuk permusuhan, pertengkaran, perselisihan, dan perdebatan tidak berguna antarsaudara dan sesama anak bangsa.
Marilah kita sambut kedatangan bulan mulia ini dengan mereformasi diri, berbenah diri untuk lebih memperketat ketaatan kita kepada Allah, dan lebih menekan diri kita agar tidak melakukan dosa, baik kepada Allah SWT maupun kepada sesama manusia.