REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika Khadijah, Aisyah, dan Fatimah lebih banyak menunjukkan peran luar biasa mereka dalam menyokong dakwah Rasulullah SAW melalui sumbangan pikiran dan harta, puluhan Muslimah lainnya mengejar kesyahidan di medan perang. Perempuan-perempuan bermental baja dan berjiwa ksatria itu tak gentar menyambut ajal demi kemenangan Islam.
Nusaibah binti Ka’ab adalah salah satunya. Rasulullah SAW berkata dalam sebuah sabdanya, “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.
Dikisahkan dalam sebuah peperangan, Rasulullah sedang berdiri di puncak Bukit Uhud dan memandang musuh yang merangsek maju ke arahnya. Di tengah pertempuran, saat sang Rasul memandang ke arah kanan, tampaklah seorang perempuan mengayun-ayunkan pedang untuk melindungi dirinya dari hunusan pedang musuh.
Pun saat beliau memalingkan wajah ke arah kiri pada saat yang lain dalam pertempuran itu, Rasulullah melihat perempuan yang sama menyongsong pedang dan tombak musuh demi melindungi Rasulullah dan orang-orang yang beriman. Perempuan dalam Perang Uhud itu, yang disebut Rasulullah dalam sabdanya, adalah Nusaibah.
Dalam perang tersebut, Nusaibah membawa tempat air dan mengikuti suami serta kedua anaknya ke medan perang. Di tengah pertempuran, Nusaibah menyaksikan pasukan Muslimin mulai kewalahan dan musuh merangsek maju sementara Rasulullah berdiri tanpa perisai.
Kepada seorang Muslim yang berlari mundur dengan membawa perisainya, Rasulullah berseru, “Berikan perisaimu kepada yang berperang.” Lelaki itu lalu melemparkan perisainya dan dipungut oleh Nusaibah untuk melindungi Nabi SAW.
Nusaibah dikenal sangat setia kepada Rasulullah. Sehingga, saat melihat Nabi junjungannya terancam bahaya dalam perang Uhud, ia bergerak maju menghunus pedang untuk menghalau pasukan yang bermaksud mencelakai Rasulullah.
Pahlawan wanita Islam yang dikenal dengan sebutan Ummu Umarah ini juga turut serta dalam Perang Yamamah di bawah pimpinan Khalid bin Walid hingga ia kehilangan tangannya. Nusaibah juga bersama sang Rasul dalam menunaikan Baitur Ridhwan, yakni janji setia berisi kesanggupan untuk mati syahid di jalan Allah.
Perempuan kesatria lainnya ada lah Khaulah binti Azur, Muslimah yang gemar bermain pedang dan tom bak sejak kecil. Dalam sebuah riwa yat, di se butkan bahwa Khaulah ter li bat da lam peperangan melawan pa sukan Ro mawi. Ketangkasan Khau lah dalam menumbangkan musuh pada perang yang dipimpin Khalid bin Walid itu me mukau para pasukan Islam dan mendongkrak semangat juang mereka.
Dalam peperangan lain yang dikenal dengan Perang Yarmuk, perempuan ini memainkan peran yang sangat penting dalam membakar semangat para pasukan Islam dan menghalau mereka yang bermaksud mundur. Sosok perempuan yang dikenal paling vokal saat itu adalah Hindun binti ‘Utbah.
Hindun dan sejumlah perempuan lainnya menempati barisan belakang dan meneriakkan kecaman bagi pasukan yang keluar dari medan pe rang. Saat pasukan berkuda yang berada di sayap kanan pasukan Muslim tiba-tiba berbalik arah karena terdesak musuh, Hindun berteriak, “Akan lari ke mana kalian? Dari apa kalian melarikan diri? Apakah dari Allah dan surga-Nya? Sungguh, Allah melihat yang kalian lakukan!”
Hindun juga melihat suaminya Abu Sufyan berbalik arah dan mencoba melarikan diri. Hindun segera mengejar dan memukul kudanya dengan tongkat seraya berteriak, “Hendak ke mana engkau, wahai putra Shakhr? Kembalilah ke medan perang! Berjuanglah hingga titik penghabisan agar engkau dapat menebus kesalah an masa lalumu saat engkau menggalang kekuatan untuk menghancurkan Rasulullah.”
Diriwayatkan bahwa Zubair bin al- ’Awwam yang melihat semua kejadian itu berkata, “Ucapan Hindun kepada Abu Sufyan itu mengingatkanku pada peristiwa Perang Uhud, saat kami berjuang di depan Rasulullah SAW.”