Selasa 07 Mar 2017 19:21 WIB

Abbas Tampil Sebagai Panglima Perang Ketimbang Birokrat

Pasukan Muslim/ilustrasi
Foto: historia
Pasukan Muslim/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abbas bin Abdul Muthalib bersyahadat dihadapan Rasulullah setelah menjadi tawanan perang Badar. Kisah itu digambarkan dalam  Alquran Surah al-Anfal ayat ke-70:

Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu. 'Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu. Dan, Dia akan mengampuni kamu.' Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Mendengar ini, Abbas jatuh terharu dan mengucapkan syukur. Allah telah meridhai keislamannya. Sejak saat itu, Abbas termasuk sahabat Nabi yang selalu menyertai dan berjuang di jalan Allah.

Sebagai bentuk penghormatan, sebidang tanah di Madinah diperuntukan bagi Abbas bin Abdul Muthalib dan ia pun, sebagaimana kaum Muhajirin lainnya, dipersaudarakan dengan kaum Anshar. Dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah, Abbas ditemani Naufal bin Harits.ed: nashih nashrullah.

Meski memiliki garis sedarah, Abbas bin Abdul Muthalib tidak mendapatkan kedudukan pemerintahan di Madinah yang dipimpin Rasulullah. Sebab, Nabi  menghendaki asas musyawarah dan terutama demokratis.

Di sisi lain, Nabi Muhammad juga tidak ingin membebani pamannya itu dengan tugas-tugas birokratis pemerintahan, semisal mengurus sedekah dan sebagainya. Bagi Nabi, Abbas bin Abdul Muthalib lebih sebagai panglima yang terkemuka di medan jihad.

Wahai paman Nabi, menyelamatkan sebuah jiwa lebih baik daripada menghitung-hitung jabatan pemerintahan, ujar Rasulullah suatu kali kepada Abbas bin Abdul Muthalib. Hal ini justru menimbulkan sukacita dalam diri Abbas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement