REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Musa as lahir pada 1527 SM di tengah keluarga Bani Israil di Mesir. Kala itu, Mesir dikuasai oleh Firaun yang zalim. Musa bin Imran bin Qahat bin Azar bin Lawi bin Yaqub beribukan Yukabad. Saat dewasa, Nabi Musa beristrikan putri Nabi Syuaib, yaitu Shafura.
Sejarah mencatat, keturunan Nabi Yakub, yakni Bani Israil, menetap di Mesir pada masa Nabi Yusuf as, setelah mereka hijrah dari Kan’an (Palestina). Atlas Sejarah Nabi dan Rasul yang ditulis Sami bin Abdullah bin Ah mad al- Maghluts menyebutkan, mere ka adalah orang-orang yang bertauhid dan memegang te guh agama yang dibawa Ibra him as.
Keimanan Bani Israil itu bertolak belakang dengan kaum Firaun yang menyembah berhala dan patung. Hari demi hari, tahun demi tahun, perkembangan Bani Israil di Mesir menimbulkan kekha watiran di benak Firaun. Ma ka, sikap dan perilaku sewe nang-wenang ditimpakan Firaun kepada mereka.
Di tengah kondisi sulit bagi Bani Israil ini, lahirlah Musa as. Saat itu, sang ibu, Yukabad, menyembunyikan perihal kelahiran anaknya yang ternyata berjenis kelamin laki-laki. Padahal, saat itu, Firaun telah memerintahkan orang-orangnya untuk membunuh setiap bayi lakilaki Bani Israil. Atas ilham dari Allah SWT, ibu Musa kemudian menghanyutkan bayi nya ke sungai Nil.
Terkait hal ini, Allah ber firman, “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, ‘Susuilah dia, dan apabila kamu kha watir terhadapnya, maka ha nyutkannya dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan pula bersedih hati karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya salah seorang dari para Rasul.’” (QS Al-Qashash: 7).
Janji Allah terbukti. Musa ditemukan oleh keluarga Firaun. Bahkan, atas permin taan teguh sang istri, Firaun mengizinkan mencari wanita untuk menyusuinya hingga mereka menemukan ibunda Musa untuk menyusui bayi itu. Musa kemudian tumbuh di tangan para rabi dan pemuka agama dalam istana Firaun.
Setelah dewasa, Allah menganugerahi Musa hikmah dan ilmu pengetahuan. Ia diutus menjadi nabi dalam sebuah pelarian dari Firaun yang bermaksud menyiksa dirinya dan kaumnya. Saat berada di pegunungan Sinai, Allah menyerunya, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan di rikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS Thaaha: 14).
Firman itu menjadi pertanda awal kenabian Musa. Allah juga mengutus saudara Musa, Harun bin Imran bin Qahats bin Azar bin Lawi bin Yakub, untuk membantunya. Mereka berdua juga diperintahkan untuk bersifat lembut pada Firaun. Namun, pera ngai Firaun tak berubah de ngan sikap lembut itu. Firaun bahkan mengejek Musa dan Harun serta menuding mereka datang dengan membawa sihir. Allah menurunkan mukji zat nya pada tongkat Musa yang bisa berubah menjadi ular saat Firaun memerintah kan para penyihirnya un tuk melawan Musa.
Firaun kemudian berkonspirasi untuk membunuh Musa dan menyiksa Bani Israil. Menghadapi siksaan yang terus-menerus dari Firaun dan kaumnya, Bani Israil lalu berkumpul di sekitar Musa dan meminta kepada sang Nabi untuk menge luar kan mereka dari Mesir. Mu sa pun membawa mereka me nuju Kan’an melalui daratan Sinai. Firaun dan pasukannya mengejar mereka.
Mukjizat Allah kembali ditunjukkan pada Bani Israil saat Musa menyibak lautan (Laut Merah) sehingga me reka dapat menyeberanginya dengan selamat. Sementara, Firaun, di tengah pengejarannya, ditenggelamkan bersama seluruh kaumnya oleh Allah.