Jumat 24 Feb 2017 17:30 WIB

Jebolnya Bendungan Ma'rib karena Kesombongan

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Bendungan (ILustrasi)
Foto: Google
Bendungan (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri.

(Kepada mereka dikatakan): ''Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi, mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS Saba': 15-16).

Kaum Saba adalah salah satu di antara empat peradaban besar yang hidup di Arabia Selatan di daerah Yaman. Kaum ini diperkirakan hidup sekitar 1000-115 SM. Menurut Syauqi Abu Khalil dalam bukunya, Atlas Alquran, Saba merupakan sebuah negeri yang memiliki peradaban gemilang di Yaman (sekitar tahun 950-115 SM). Sebuah negeri yang berdiri mewarisi negeri Muin (Ma'in atau Minaean) dengan Ma'rib sebagai ibu kota.

Kegemilangan peradaban mereka sebagaimana disebutkan Alquran, negara Saba merupakan negeri yang makmur dengan hasil perkebunan. Dan untuk menyuburkan kebun mereka, kaum Saba membangun sebuah bendungan yang sangat terkenal yang dinamakan bendungan Ma'rib.

Ditimpa Banjir Besar

Kota Ma'rib adalah kota yang sangat makmur. Letak geografisnya sangat strategis dan menguntungkan. Strategis karena menjadi rute perdagangan dengan beberapa kota di sekitarnya, dan menguntungkan karena Saba memiliki perkebunan yang memberi kemakmuran bagi rakyatnya.

Hasil-hasil perkebunan kaum Saba sangat besar. Bahkan, setiap tahun mereka berhasil meraup keuntungan. Adanya bendungan yang mereka bangun --bendungan Ma'rib--membuat lahan-lahan perkebunan kaum Saba menjadi subur. Pendek kata, saat itu mereka benar-benar mencapai tingkat kemakmuran yang sangat tingi.

Seorang penulis Yunani, Pliny, yang sempat mengunjungi daerah ini mengatakan, kota Ma'rib merupakan salah satu kota termodern saat itu. Pliny menambahkan, kawasan Saba dan sekitarnya begitu tampak menghijau dengan perkebunan yang sangat luas. (Hommel, Explorations in Bible Lands, Philadelphia: 1903, hlm 739)

Karena itu, Saba dikenal pula dengan sebutan Ma'rib yang berarti air melimpah. Beberapa aliran air berkumpul menjadi satu di satu lembah yang terdapat di sekitarnya. Dari lembah itu pula, penduduk negeri itu mengambil air dan menyirami kebun-kebun mereka.

Dari perkebunan ini, Saba menjadi pusat perdagangan. Daerah atau kota yang berada di sekitarnya, banyak membeli hasil perkebunan dari Saba dan kemudian memasarkannya ke negara atau daerah lain. Sumber-sumber sejarah menceritakan, Saba memiliki sebuah kebudayaan seperti Phoenician, khususnya dalam kegiatan perdagangan.

Bendungan Ma'rib merupakan salah satu monumen terpenting dari kaum Saba. Konsep dan konstruksi bendungan Ma'rib ini merupakan indikasi penting yang menunjukkan tingkatan teknologi kaum Saba.

Kekayaan sumber daya alam dan tingginya teknologi yang dibuat kaum Saba diakui sejumlah ahli tafsir, seperti al-Qurthubi, al-Maraghi, dan Abdullah Yusuf Ali.

Sumber daya alam yang melimpah dan kegemilangan peradabannya membuat kaum Saba menjadi sombong, ingkar terhadap nikmat yang diberikan, dan mendustakan utusan Allah (Rasul).

Atas perbuatan mereka ini, Allah pun menimpakan azab berupa banjir besar akibat jebolnya bendungan Ma'rib yang mewah itu. Banjir besar itu dalam Alquran disebut dengan Sail al-Arim. Sail al-Arim berarti air yang meluap (melimpah) atau banjir besar. Menurut ahli sejarah, banjir itu terjadi sekitar tahun 120 M, atau dua abad setelah zaman Ratu Balqis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement