REPUBLIKA.CO.ID, Masjid Istiqlal memiliki sejarah panjang. Sejak tahun 1950, Menteri Agama KH Wahid Hasyim, sudah mengungkapkan ide membangun masjid di Jakarta. Apalagi, zaman itu, di kawasan Menteng dan sekitarnya belum ada masjid, justru yang ada hanyalah sebuah gereja. Dahulu, di daerah ini, tidak banyak umat Islam tinggal di kawasan tersebut.
Maka, saat berdiskusi untuk menentukan lokasi masjid ini, Wapres Moh Hatta kala itu mengusulkan lokasinya di Jalan Thamrin tepatnya di Hotel Indonesia saat ini. Alasannya sederhana, karena di Tanah Abang dan sekitar daerah tersebut, banyak dihuni umat Islam. Sementara di lokasi mesjid saat ini, dahulu merupakan Pecinan dan sudah ada gereja.
"Tapi Presiden Soekarno memiliki filosofi berbeda. Bahwa di sini kita dirikan masjid, bersanding dengan gereja Katedral untuk mencerminkan bahwa, bangsa ini didirikan dan berdiri bersama-sama," kata Wapres Jusuf Kalla saat menghadiri Milad Masjid Istiqlal ke-39, Rabu (22/2).
Ya, masjid selain posisinya sebagai tempat ibadah dan dakwah, juga memiliki fungsi untuk kesejahteraan masyarakat, pendidikan, dan masjid juga tidak hanya tempat berkumpul, juga tempat berbudaya. "Karenanya, kalau kita ingat Masjid Istiqlal ini, itu karena besarnya juga karena arsitekturnya yang dibuat Frederich Silaban. Jadi lengkaplah, masjid bersanding dengan Katedral dan masjid desainnya oleh seorang Kristen Protestan."
"Jadi kita harus terima kenyataan ini. Bahwa bangsa ini adalah bangsa yang plural satu sama lain. Itu bentuk toleransi, dan toleran berarti semua pihak harus toleran, tidak hanya satu saja, menghargai satu sama lain. Itulah misi mengapa Istiqlal ini dibangun di sini, bukan di sekitar kawasan Tanah Abang. Ini adalah buah visi visioner Bung Karno dari sisi kebangsaan, mengapa masjid ini dinamakan Istiqlal atau kemerdekaan. Dari namanya saja melambangkan banyak hal," ujar Wapres.
Dikatakannya, masjid ini bukan cagar budaya, karena cagar budaya identik dengan masa lalu, tapi masjid ini selalu untuk masa depan. Wapres dalam kesempatan tersebut mengapresiasi kontribusi dan peran relawan dalam aksi membersihkan menara masjid juga kisi-kisi selasar masjid yang berasal dari kelompok organisasi pencinta alam dan unsur masyarakat lainnya berlatar keyakinan yang berbeda.
Wapres dalam kesempatan tersebut, disaksikan Menag Lukman Hakim Saifuddin, Mendikbud Muhajir Efendi, dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, dan Ketua Badan Pengelola Istiqlal M. Muzammil Basyuni meresmikan Mushaf Akbar Alquran ditandai dengan memberi harakat pada ayat suci Alquran Surat Al-Faatihah.
Milad atau ulang tahun Masjid Istiqlal ke-39 dimeriahkan dengan sejumlah agenda kegiatan, selain aksi bersih-bersih masjid, juga digelar pameran kaligrafi, pameran foto dan dokumentasi sejarah pembangunan masjid yang bisa disaksikan masyarakat di teras utama masjid lantai II, serta penampilan group kasidah legendaris Nasyida Ria asal Semarang.
Pengajian kitab kuning
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap Masjid Istiqlal menjadi pusat kajian ilmu-ilmu keislaman di Indonesia seperti Masjid Al-Azhar Mesir. Apalagi, ungkap dia, pengajian kitab kuning yang selama ini dilaksanakan rutin di Masjid Istiqlal bisa menjadi cikal bakal pusat kajian keislaman yang kuat.
"Pengajian rutin ba'da Jumat maupun ba'da shalat rawatib diisi oleh pakar di bidang tasawuf, tafsir, hadis, fiqh dan lain-lain. Tinggal melembagakan," ucap Lukman.
Selain menjadi pusat ilmu keislaman, Lukman juga berharap, Masjid Istiqlal dapat memelopori pelatihan khatib atau dai secara lebih baik dan terprogram. Dia menegaskan, aspirasi masyarakat tentang perlunya standardisasi khatib atau dai perlu dijawab Istiqlal dengan mendirikan pusat pelatihan khatib/dai yang representatif.
Mengapresiasi keterlibatan umat berbagai agama dalam bersih-bersih masjid minggu lalu, putra mantan Menteri Agama Saifuddin Zuhri ini mengusulkan, Masjid Istiqlal juga berperan sebagai pusat kerukunan. "Istiqlal bukan saja simbol kerukunan umat beragama, tapi wadah toleransi umat beragam agama untuk hidup rukun dan berdampingan. Letak Istiqlal yang berdampingan dengan Katedral menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia bisa hidup berdampingan dengan umat lain," tegasnya.
Lebih dari itu, di usianya yang ke-39 ini, Istiqlal juga harus hadir sebagai pusat kebudayaan Islam. Menag mencontohkan Taman Ismail Marzuki (TIM), Salihara, atau Bentang Budaya yang menjadi oase di tengah hiruk pikuk kehidupan kota metropolitan Jakarta. Hal yang sama, harusnya Istiqlal dapat menawarkan sentuhan budaya Islam yang sesuai lingkungan kota.
"Puisi, seni musik, dan kaligrafi yang begitu kaya di Indonesia adalah basis budaya Islam yang dapat dikembangkan di Istiqlal," harapnya.
Milad Istiqlal ke-39 ini diisi dengan berbagai kegiatan. Bersih-bersih masjid yang dimotori kelompok pencinta alam dari berbagai latar belakang agama telah dilaksanakan sejak 10-21 Februari 2017.
Milad Istiqlal juga diisi dengan pameran kebudayaan, seni kaligrafi, dan dokumentasi sejarah Istiqlal yang berlangsung dari 22-27 Februari. Pameran tersebut melibatkan seluruh unit pada Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud, mulai dari Direktorat Sejarah, Direktorat Kesenian, Direktorat Pelestarian Budaya dan Kemuseuman, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Kepercayaan dan Tradisi, Museum Nasional, serta Galeri Nasional.
Seremonial Milad Itiqlal ditutup pada 27 Februari 2017 dengan penyelenggaraan forum diskusi dalam menggali kembali nilai-nilai kebinekaan dan kebangsaan, presentasi sejarah Masjid Istiqlal, serta pertunjukan musik dan qasidah.
Milad Istiqlal ini kali mengangkat tema 'Istiqlal, Keislaman, dan Keindonesiaan'. Tema ini dinilai relevan dengan kondisi sekarang untuk menyegarkan kembali ingatan bangsa tentang pentingnya merawat cita-cita kemerdekaan dalam semangat kebhinekaan. Sesuai namanya, selain menjadi simbol kemerdekaan, Masjid Istiqlal juga menjadi simbol Islam moderat dan sekaligas ruang pencerahan umat.
Pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Masjid yang terkenal sebagai simbol kemerdekaan dan persatuan bangsa Indonesia ini penggunaannya diresmikan pada 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto. Sejak saat itu, Masjid Istiqlal digunakan untuk berbagai aktivitas peribadahan, termasuk yang berskala nasional.