REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap kelahiran bayi laki-laki harus dibunuh. Demikian peraturan kejam Raja Fir’aun, sang penguasa Mesir. Ia takut anak laki-laki akan tumbuh menjadi pemuda yang akan melawan dan menggoncang pemerintahahannya.
Maka, setiap putra Bani Israil tak diizinkan melihat dunia meski sekejap mata. Nasib nahas itu pun menimpa Nabiyullah Musa ‘Alaihissalam.
Alih-alih bahagia melahirkan seorang anak, ibunda Musa, Yokhebed (Yukabad), dirundung kecemasan yang teramat sangat. Bagaimana jika bayinya laki-laki, bagaimana jika ia harus menyaksikan putranya dibunuh. Tentu saja, ia tak rela kehilangan si buah hati. Begitu me lahirkan Musa, semakin cemaslah Yokhebed karena yang dilahirkannya merupakan bayi laki-laki.
Sehari, sebulan, hingga tiga bulan lamanya, Yokhebed menyembunyikan putranya, Musa. Setiap hari ia dirundung kekhawatiran, takut kalau-kalau soal kelahiran Musa terbongkar. Hingga kemudian, ibunda Musa akan berpikir untuk menyelamatkannya.
Karena, lama kelamaan Musa pasti akan ketahuan petugas kerajaan. Dilanda kebingungan yang sangat, ia pun kemudian mendapat ilham dari Allah untuk menghanyutkan Musa ke Sungai Nil.
“Susuilah dia. Dan, apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan, janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul,” begitu perintah Allah.