Senin 13 Feb 2017 12:36 WIB

Mengelola Harta Anak Yatim

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agung Sasongko
Anak Yatim
Foto: Prayogi/Republika
Anak Yatim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Taklim Nurul Ikhlas menggelar kajian rutin tematik di Masjid Nurul Ikhlas, Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (4/2). Pada kesempatan tersebut, tema yang dibahas adalah perihal mengelola harta anak yatim.

Untuk membahas tema kajian, Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Nurul Ikhlas mengundang Ustaz Mas'ud Mahmud sebagai pemateri. Setelah jamaah berkumpul dan duduk pada shaf masing-masing, kajian pun dimulai.

Ustaz Mas'ud mengatakan, ketika seseorang mendapat tanggung jawab untuk mengurus dan mengasuh anak yatim, terkadang mereka bingung tentang bagaimana mengelola harta yang tertinggal untuknya. "Pertanyaan-pertanyaan seperti untuk keperluan apa saja harta itu boleh digunakan, kapan harta tersebut dapat kita serahkan kepada mereka (anak yatim), biasa muncul terkait hal ini," ujarnya.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Ustaz Mas'ud mengajurkan jamaah yang hadir pada kajian tersebut untuk membaca surah an-Nisa ayat 5 dan 6. Dalam ayat tersebut diterangkan bagaimana seharusnya mengelola harta milik anak yatim. Pada surah an-Nisa ayat 5 dan 6, Ustaz Mas'ud menerangkan, harta anak yatim boleh digunakan. Namun, dalam konteks ini bukan untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan sang wali, melainkan untuk hajat atau kebutuhan sang anak. "Di ayat tersebut dituliskan, berilah mereka (anak yatim) belanja dan pakaian dari hartanya," ujarnya menjelaskan.

Ustaz Mas'ud bertanya kepada jamaah, bagaimana kalau pengasuh atau wali tersebut adalah orang yang fakir dan miskin. "Apakah orang seperti ini boleh untuk menggunakan harta anak yatim? Boleh. Tapi, bukan untuk dihamburkan, melainkan hanya untuk kebutuhan perutnya saja. Dan, ini tidak setiap hari, tapi pada momen-momen terdesak saja," kata Ustaz Mas'ud.

Namun, bila sang wali itu dalam kondisi perekonomian yang cukup mapan, dia dilarang untuk mengambil atau menggunakan harta anak yatim. Sebab, di ayat an-Nisa ayat 5 dan 6 itu, menurut Ustaz Mas'ud, ditegaskan, barang siapa mereka yang mampu, dia harus menahan diri dari memakan harta anak yatim.

Perihal waktu penyerahan harta kepada anak yatim pun dijelaskan dalam surah an-Nisa. Ustaz Mas'ud berpendapat, sang wali dapat memberikan harta milik anak yatim itu ketika mereka telah mengerti cara mengelola hartanya. "Di sini, si anak (yatim) harus sudah mengerti ke mana dan untuk apa harta itu digunakan. Jadi, intinya mereka sudah memahami tentang tanggung jawab," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Ustaz Mas'ud juga menerangkan ganjaran bagi orang yang memakan harta anak yatim dengan sewenang-wenang. Penjelasan hal ini termaktub dalam surah an-Nisa ayat 10. Dalam ayat tersebut ditegaskan, mereka yang menggunakan harta anak yatim dengan tidak sepatutnya atau sewenang-wenang, pada hakikatnya mereka sedang memakan api. "Mereka juga akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala. Jadi, ada dua ganjaran yang akan diberikan Allah SWT kepada mereka yang sewenang-wenang memakan harta anak yatim," ujarnya.

Ustaz Mas'ud pun mengimbau agar setiap Muslim yang mendapat amanah untuk mengasuh atau menjadi wali anak yatim agar menjaga serta mengelola anak sebaik-baiknya. Pada dasarnya anak yatim adalah titipan dan amanah dari Allah SWT untuk dijaga dan dipelihara oleh setiap Muslim. Ketua DKM Nurul Ikhlas Eko Hartono mengatakan, kajian di masjidnya rutin diadakan tiga kali dalam sepekan. "Setiap selasa bakda Magrib, kemudian Sabtu dan Ahad setiap pagi pukul 09.30 WIB hingga menjelang Zuhur," kata dia.

Adapun tujuan kajian tersebut adalah untuk meningkatkan kadar keilmuan jamaah Masjid Nurul Ikhlas. "Tentunya sesuai dengan Alquran dan sunah, serta pemahaman para sahabat. Supaya amalnya nanti sesuai dalil yang diajarkan Nabi," ujar Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement