REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, KH Sholahudin Wahid menyampaikan rumusan "Pesan Kebangsaan Pesantren Tebuireng" agar damai serta tidak mmepertentangkan Islam dan ke-Indonesiaan.
Gus Sholah, sapaan akrab KH Sholahudin Wahid, Ahad Kemarin, mengemukakan kondisi mutakhir persatuan bangsa saat ini memprihatinkan. Terdapat tajamnya kesenjangan antara kehidupan kebanyakan rakyat dan cita-cita kebangsaan para pendiri bangsa.
"Bangsa Indonesia adalah adikarya pendiri bangsa yang amat ideal. Perjalanan 71 tahun belum cukup memadai untuk bisa mewujudkan cita-cita kemerdekaan secara nyata. Kita masih menghadapi banyak masalah mendasar yang harus diselesaikan," katanya saat meresmikan pendirian pusat kajian pemikiran pendiri organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari di lingkungan pondok.
Pihaknya mengungkapkan, pembukaan UUD 1945 adalah kesepakatan kokoh para pendiri bangsa yang menjadi dasar bangunan negara sebagai pengejawantahan dan cita-cita bangsa Indonesia. Di dalamnya, tercantum tujuan didirikannya negara dan dasar negara Pancasila. Pembukaan itu juga sebuah keniscayaan yang tidak bisa diubah.
Lebih lanjut, ia mengatakan ke-Indonesiaan dan ke-Islaman semula dipertentangan telah dipadukan melalui kementerian agama. Bahkan, selama hampir 40 tahun setelah kemerdekaan, pertentangan itu masih ada. Dan, proses perpaduan itu mencapai puncak kematangannya pada 1984, saat NU menerima Pancasila.
"Ironisnya, saat ini kita melihat ada gejala yang mempertentangkan lagi," ujarnya.
Diakui oleh Gus Sholah, salah satu hal yang mendasari lahirnya pesan kebangsaan ini adalah timbulnya masalah politik, terutama karena pilkada DKI. "Ada kesan, yang mendukung Ahok bukan Islam. Sedangkan yang tidak mendukung Ahok bukan Indonesia. Itu dua-duanya keliru," tegasnya.
Selain merespons situasi politik, pesan kebangsaan itu juga menyoroti fenomena ketidakadilan sosial dan ekonomi yang ada di tengah masyarakat. Juga jaminan hak dasar yang harus terus dipenuhi oleh negara secara bertahap.
"Termasuk jaminan kebebasan beragama, perlu diterapkan secara utuh di dalam masyarakat," tandas mantan wakil Ketua Komnas HAM ini.
Pihaknya juga berharap, peran aktif Indonesia yang berdaulat dalam perdamaian dunia sebagai tujuan bernegara perlu ditingkatkan. Untuk mewujudkan semua itu, ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi, antara lain, diredamnya (potensi) konflik dan tumbuhnya rasa saling percaya antarkelompok masyarakat dan penegakan hukum yang menjamin keadilan. Juga, perbaikan akhlak bangsa, khususnya generasi muda dan mencegah merebaknya penyakit sosial.
Dalam acara peresmian pusat kajian itu selain dihadiri Gus Sholah, juga dihadiri sejumlah tokoh, misalnya mantan Menteri Agama KH Tolchah Hasan, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta Masykuri Abdillah. Selain itu, juga terdapat wakil Rektor Unhasy Haris Supratno serta wakil pengasuh Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz.
(Baca: Isi Pesan Kebangsaan dari Tebuireng)