REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi kubah yang berada di tengah juga menumbuhkan kesan ruangan terlihat luas dan tinggi. “Ketinggiannya dari bagian atas kubah hingga ke lantai mencapai 25 meter,” kata Gilang Nugraha, Ketua Badan Pengelola Masjid Raya yang juga seorang arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Posisi yang tinggi itu juga berdampak positif bagi sirkulasi udara di dalam masjid. Udara menjadi lebih leluasa bergerak. Untuk pencahayaan, masjid ini memiliki 22 jendela kaca yang ditempatkan di bawah kubah. Cahaya matahari juga leluasa masuk melalui kaca yang terpasang di bagian langit-langit, khususnya langit-langit di sisi pinggir ruangan.
Sirkulasi udara dan pencahayaan yang maksimal ini menjadikan suasana di dalam masjid terasa sejuk dan terang. Alhasil, berada di dalam masjid pada malam atau pagi hari akan terasa hawa dingin yang menggigit.
Selain karena pengaruh udara luar, hawa dingin itu juga muncul lantaran lantai masjid ini berlapis marmer. Selain sebagai penutup lantai, marmer juga bersanding serasi dengan batu alam pada dinding di sisi utara dan selatan mimbar.
Kehadiran batu alam itu menumbuhkan nuansa alami pada tatanan interior masjid. Kesan alami ini dipertegas oleh ornamen berupa unsur hiasan nusantara pada bagian mihrab. Ornamen itu hadir dalam motif ukiran bunga yang berpadu dengan kaligrafi Surah al-Fatihah dan syahadat.
“Untuk bagian interior ini memang dirancang dengan ornamen ukiran Islami, tetapi tetap mengutamakan unsur alami serta seni budaya Islami tatar Sunda,” jelas Gilang.