Kamis 29 Dec 2016 16:38 WIB

Jangan Berlebihan Rayakan Pergantian Tahun

Pengunjung menyaksikan pesta kembang api perayaan malam pergantian tahun di Pantai Ancol, Jakarta.
Foto: Antara
Pengunjung menyaksikan pesta kembang api perayaan malam pergantian tahun di Pantai Ancol, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak mengimbau perayaan pergantian tahun 2016 ke tahun 2017 sederhana dan tidak berlebihan hingga berhura-hura. "Kami minta perayaan pergantian tahun baru itu lebih baik wujud bersyukur dengan berdoa dan tidak dirayakan secara berlebihan," kata Sekretaris Umum MUI Kabupaten Lebak KH Ahmad Khudori di Lebak, Rabu (29/12).

Peringatan imbauan pergantian tahun baru itu disampaikan kepada masyarakat agar dijadikan bahan introspeksi ke arah yang lebih baik. Selama ini, pergantian tahun baru identik dirayakan dengan hura-hura maupun berfoya-foya.

Perayaan pergantian tahun baru seperti itu, tentu perbuatan tersebut sama dengan temannya syaitan dan Allah SWT tidak menyukai orang-orang melakukan dengan cara berlebihan.

Perbuatan berlebihan itu dengan merayakan pergantian tahun baru secara maksiat, diantaranya minum-minuman keras, pesta narkoba, pesta seks, membakar petasan, hura-hura dan perbuatan berfoya-foya lainnya. Ia mengimbau masyarakat tidak berlebihan dalam merayakan tutup tahun 2016 ke 2017, karena sifat berlebihan tidak mencerminkan ajaran Islam.

Apalagi, kata dia, saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami cuaca iklim buruk, seperti bencana banjir, longsor dan angin kencang. Bahkan, bencana gempa tektonik menimpa warga Aceh hingga memakan korban jiwa dan memporakporandakan gedung perkantoran, tempat ibadah, pasar rumah dan lainnya.

"Kami minta warga tidak merayakan pergantian tahun baru berlebihan, karena agama Islam melarang perbuatan itu, terlebih menimbulkan gangguan ketertiban," ujarnya menjelaskan.

Menurut dia, pergantian baru tersebut diharapkan menjadi lebih baik kehidupan ekonomi masyarakat.

Selain itu juga tidak ada lagi perbuatan korupsi di tanah air. Sebab perbuatan korupsi masuk kategori dosa besar karena menyengsarakan rakyat banyak.

Perbuatan korupsi itu dosa besar dan disamakan dengan kejahatan membunuh dan konsekuensinya, pelaku pembunuh itu menurut ajaran Islam harus mendapat hukuman mati pula (qisas). Disamping itu juga korupsi merupakan sebuah penyakit sosial di masyarakat yang terjadi karena dorongan nafsu syahwat untuk memiliki kekayaan melimpah dengan cara merampas hak hidup warga.

Tindakan perilaku korupsi karena mereka memiliki sikap hidup rakus, tamak, dan serakah. Khudori menjelaskan, kasus korupsi hingga saat ini sulit diberantas meskipun sudah ada Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Kami berharap pelaku korupsi dihukum berat agar memberikan efek jera terhadap pelaku lainnya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement