REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, Bakornas LAPMI PB HMI menggelar acara bedah buku berjudul 'Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik' karya penulis kelahiran Burnage, Lancashire Inggris, Martin Lings di Sekretariat PB HMI Jakarta pada Senin (19/12). Acara bedah buku ini dihadiri oleh Dr Mohammad Nasih dari Monash Institute dan Hasanuddin (Ketua Umum PB HMI Periode 2004-2006).
direktur Utama Bakornas LAPMI PB HMI Muhammad Shofa mengatakan, agenda bedah buku merupakan program kerja bulanan LAPMI disamping program-program lainnya yang telah berjalan. Diharapkan, dengan adanya agenda rutin bedah buku selama sebulan sekali, tradisi intelektual yang ada dalam tubuh HMI dapat tetap terjaga.
Selain itu, kata Shofa, untuk tahun depan direncanakan akan mengadakan program diskusi berkelanjutan bertajuk tadarrus jurnalistik. LAPMI juga memiliki istilah ‘salam buku dan pena’. Pada dua hal itulah, di periode ini, LAPMI ingin menitikberatkan program kerjanya. Buku identik dengan bacaan sedangkan pena identik dengan tulisan. "Jadi, LAPMI ingin mengembalikan kembali tradisi membaca, menulis dan berdiskusi yang selama ini telah tergerus di HMI," ujarnya dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (20/12).
Aktivis asal Singaraja Bali ini juga menuturkan, peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan acara bedah buku merupakan upaya untuk meneladani prilaku dan kehidupan Nabi Muhammad. Dengannya, harapan untuk mengambil sebuah pelajaran sebagaimana yang diajarkan oleh Muhammad dapat termanifestasikan dalam diri kader HMI.
“Pentingnya bedah buku Muhammad ini dilakukan selain bertepatan dengan bulan maulid, juga untuk mengambil pelajaran dan suri tauladan dalam kehidupan Muhammad sehar-hari. Misalnya penghormatan Nabi atas nilai-nilai demokrasi, penghormatan atas kemanusiaan serta sikap toleran yang ditunjukkan oleh Nabi saat zaman kehidupan Nabi di Madinah," ujarnya.
Sementara Hasanuddin dalam pemaparannya mengupas tentang dua tradisi yang dilakukan oleh umat Islam yaitu tradisi lisan dan tradisi menulis atau literasi. Menurut dia, tradisi lisan cenderung ke arah sentralistik yang merupakan ciri dari otoritarianisme. Sedangkan tradisi menulis jauh lebih terdesentralisasi yang merupakan ciri dari Demokrasi. Dan Islam memadukan dua tradisi itu, yaitu tradisi lisan dan tradisi literasi.
“Buku ini sangat berpengaruh. Kalau dibaca karya-karya Cak Nur, beliau banyak mengutip Martin Lings ini. Karena buku ini pertama kali terbit sejak tahun 80-an. Dan Martin sudah menghasilkan karya tulis sejak ia belum masuk Islam. Salah satunya termasuk buku ini," ujarnya.
Ketua Umum PB HMI periode 2004-2006 ini juga menyatakan pemaparan dan ulasan Martin Lings dalam buku tersebut sangatlah detail menjelaskan silsilah satu keluarga dengan keluarga lainnya, hubungan kekerabatan antara satu figur dengan figur lainnya, siapa yang masuk Islam lebih dulu, siapa yang murtad, siapa yang budak, siapa yang masih muda. Hal ini ini menunjukkan buku Martin Lings ini menggunakan study antropologi yang sangat kuat. Dan inilah kekuatan dari kebanyakan karya-karya penulis Barat.