Senin 12 Dec 2016 09:48 WIB

Gerakan Subuh Berjamaah, Revolusi Mental Sesungguhnya

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Indira Rezkisari
Seorang ibu yang menggendong anaknya menangis saat melakukan Shalat Subuh Berjamaah di Masjid Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (12/12).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Seorang ibu yang menggendong anaknya menangis saat melakukan Shalat Subuh Berjamaah di Masjid Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman berpendapat, setelah aksi superdamai 212, Umat Islam Indonesia seperti mendapatkan energi baru yang luar biasa dahsyat. Energi spiritual yang bersumber dari keyakinan hakiki, yaitu keyakinan terhadap Allah atau biasa dikenal dengan sebutan tauhid.

Energi tersebut lahir menjadi gerakan-gerakan seperti Gerakan Subuh Berjamaah atau yang lebih dikenal dengan Gerakan 1212. Gerakan ini awalnya dipusatkan di Bandung. Tapi pada pelaksanaannya, gerakan tersebut dengan sangat cepat bergulir ke seluruh penjuru Indonesia.

"Masjid-masjid di kota besar dan seluruh daerah dibanjiri gerakan subuh berjama’ah," kata Pedri dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (12/12)

Menurut Pedri, gerakan tersebut sangatlah bagus karena salah satu kekuatan umat Islam itu adalah jika shalat Subuh berjamaah di masjid. Terlebih, Subuh adalah waktu dimulainya aktivitas harian yang artinya, jika subuh-subuh sudah ke masjid, maka produktivitas umat akan meningkat. "Daya juang dan daya saingnya akan sangat bagus," terang Pedri.

Pedri melanjutkan, gerakan tersebut juga sudah sewajarnya mendapat dukungan dari berbagai pihak. Bagaimana tidak, gerakan tersebut menurutnya adalah revolusi mental yang sesungguhnya. "Jadi gerakan ini harus didukung. Inilah revolusi mental yang sesungguhnya," ucap Pedri.

Pedri menambahkan, tanpa disadari, lahirnya gerakan-gerakan yang ada saat ini, mulai aksi 411, 212 dan terakhir 1212 sebenarnya proses revolusi itu sedang terjadi di tubuh umat. Revolusi tersebut merupakan revolusi yang sangat mendasar karena datang dari hati. Revolusi tersebut diilhami pembelaan terhadap hak asasi yang paling dasar, yaitu agama.

Oleh sebab itu, pemerintah dan penegak hukum harus betul-betul melihat kejadian ini dengan hati dan kesadaran penuh akan tugas mereka sesungguhnya untuk malayani rakyat dan menghadirkan keadilan sosial bagi semua. Karena keadilan adalah kunci kebangkitan bangsa ini.

"Itulah yang menjadi tuntutan awal dari semua gerakan di atas. Tanpa keadilan, yakinlah bangsa ini akan selalu terpuruk," kata Pedri.

Pedri berpendapat, revolusi mental yang digulirkan oleh Presiden Jokowi belum tampak sama sekali di pemerintahannya. Bahkan pada aspek keadilan dan penegakan hukum revolusi mental itu seperti memakan tuannya sendiri.

"Justru rakyat melihat pemerintah sedang mempermainkan rasa keadilan itu. Negara ini seperti bukan lagi negara hukum, tapi sudah jadi negara kekuasaan. Kekuasan politik dan kekuasaan modal (uang)," terang Pedri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement