Rabu 07 Dec 2016 19:19 WIB

Mengenal Sosok Penggagas Long March Ciamis pada Aksi 212 (Bag 2)

Massa menyambut peserta aksi long march saat berjalan kaki di Kota Bandung. but rombongan peserta longmarch dalam aksi Bela Islam 212 Jilid III dari Ciamis yang bejalan kaki di Jalan Raya Soekarno Hatta, Kota Bandung, Kamis (1/12)
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Massa menyambut peserta aksi long march saat berjalan kaki di Kota Bandung. but rombongan peserta longmarch dalam aksi Bela Islam 212 Jilid III dari Ciamis yang bejalan kaki di Jalan Raya Soekarno Hatta, Kota Bandung, Kamis (1/12)

KH Nonop Hanafi (42 tahun), tak pernah menyangka seruannya kepada para santri membakar semangat para remaja dan pemuda-pemudi lainnya Ciamis, Jawa Barat. Peran Kiai Nonop tak bisa terpisahkan dari cerita semangat berjalan kaki dari Ciamis menuju Jakarta pada Aksi Bela Alquran Jilid III, atau yang dikenal dengan aksi 212.

Ditemui di komplek Ponpes Miftahul Huda 2, Bayasari, Kabupaten Ciamis, KH Nonop menceritakan kembali ihwal seputar long march tersebut. Mengenai pemilihan peserta aksi jalan kaki adalah para santri, hal itu tak terlepas dari ingin menunjukkan kekuatan Islam. Ia mengajak seribuan santrinya yang masih berusia muda agar bisa menginspirasi wilayah lain.

Selain itu, ia menolak mengajak ormas atau kelompok lain di luar lingkungan Ponpes karena khawatir akan menyulitkan di perjalanan. Ia meyakini santri sudah mempunyai modal baik fisik dan mental untuk ikut aksi jalan kaki.

Meski begitu, ia menyebut adanya tudingan bahwa Ponpes justru menggunakan santri sebagai alat aksi. Mengenai hal tersebut, menurutnya santri bergerak juga atas keinginannya sendiri membela Islam. Para santri pun dianjurkan membicarakan keinginannya ikut aksi jalan kaki pada orang tua sebelum waktu keberangkatan.

"Tentunya beban bawa orang, karena kami harus tanggung jawab. Jadi bawa santri saja daripada ajak kelompok lain bisa jadi beban, kami yakin santri siap tempur," tegasnya.

Di sisi lain, ia sempat mempunyai keraguan apakah aksi jalan kaki ini akan mampu sampai ke Jakarta tepat pada waktunya sebelum 2 Desember. Tetapi saat itu ia merasa jika tak mampu sampai di Jakarta tepat waktu, maka pesan dan makna dari aksi jalan kaki sudah sampai yaitu menginspirasi wilayah lain untuk ikut bergerak. 

Sebab ia mengaku miris dengan terjadinya kebekuan gerakan di Indonesia pascatumbangnya Presiden Soeharto pada 1998. Ia mengatakan pihak oposisi selalu mengalami tekanan hingga 'dihabisi'. Adapun kelompok mahasiswa yang menjadi motor gerakan 98 pun dibungkam.

"Hari ini tidak kentara aksi kampus, mereka sudah enjoy dikasih kursi empuk atau nonton acara di televisi. Jadi kami harap aksi jalan kaki ini solusi masalah apatisme," ucapnya.

Diketahui, aksi jalan kaki Ciamis dimulai pada Senin, (28/12) pagi dengan doa bagi keberhasilan perjalanan di Masjid Agung Ciamis. Usai doa, sekitar dua ribu santriwan dan santriwati menggelar aksi jalan kaki dengan kedatangannya sore hari di perbatasan Kota Tasik-Ciamis, Rajapolah.

Keesokan harinya, santriwati dikirim pulang untuk mengistirahatkan fisik karena akan diberangkatkan kembali menggunakan kendaraan pribadi Ponpes pada Kamis, (1/2). Sedangkan santriwan melanjutkan jalan kaki dengan peserta tersisa sekitar 300 orang.

Jumlah peserta aksi terus mengalami pertambahan seiring makin banyaknya lokasi yang mereka lewati. Dari hanya 300 orang pada Senin, lalu Selasa malam tiba di Nagrek jumlahnya sudah hampir tiga ribu orang. Ketika Selasa pagi bergerak menuju Bandung jumlah kembali meningkat hingga hampir lima ribu orang.

Aksi terus dilanjutkan hingga akhirnya para koordinator aksi sepakat melanjutkan perjalanan menggunakan bus di Padalarang. Mereka bukan menyerah tak ingin jalan kaki ke Jakarta, melainkan waktunya tak mencukupi jika memaksakan jalan kaki.

Ternyata efek domino atas aksi jalan kaki ini sungguh di luar bayangan. Massa dari berbagai daerah, khususnya Jabodetabek ikut berduyun-duyun jalan kaki menuju pusat aksi 2 Desember di Monas. Kini aksi jalan kaki Ciamis dapat dianggap sebagai salah satu fenomena meledaknya jumlah peserta aksi 2 Desember.

Terlepas dari berbagai stigma negatif yang mendera aksi jalan kaki Ciamis dari sebelum dimulai berjalan hingga aksi jalan kaki berakhir, hal itu sudah menjadi bagian sejarah Indonesia.

"Tak dapat dimungkiri, aksi jalan kaki ini jadi inspirasi yang diikuti daerah lain. Saya yakin yang tadinya ragu-ragu untuk ikut atau bahkan yang tidak ingin ikut malah berubah hatinya, mereka akhirnya memilih bergerak bersama kami menunjukan semangat jihad," tutup kiai Nonop. 

Baca juga:  Mengenal Sosok Penggagas Long March Ciamis pada Aksi 212 (Bag 1)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement