REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut baik gagasan Rais Aam PBNU KH Ma'ruf Amin mengenai dialog nasional untuk mencapai rujuk nasional. Menurut Kiai Ma'ruf, gagasan itu disampaikan saat melakukan pertemuan khusus dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu (30/11), katanya dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (2/12).
"Presiden telah meminta penjelasan tentang konsep rujuk nasional. Dalam pertemuan itu, Presiden setuju untuk mewujudkan rasa toleransi semua pihak," katanya.
Menurut Kiai Ma'ruf, rujuk nasional dimaksudkan untuk menghilangkan rasa saling curiga serta membangun kehidupan yang harmonis antarseluruh warga negara, baik dalam konteks kehidupan sosial maupun politik. "Semua ini akan terwujud jika seluruh warga negara menyadari perlunya toleransi atas keragaman masyarakat Indonesia, baik dari segi sosial maupun politik," katanya.
Kiai Ma'ruf Amin menambahkan, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius yang kini tengah membangun demokrasi yang beradab. Untuk itu, terwujudnya akhlak etika moral yang kuat di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat perlu.
"Kesadaran beragama harus dibarengi dengan menguatnya etika- moral bangsa sehingga perlu adanya gerakan moral yang terintegrasi. Salah satunya rujuk nasional tadi," kata Kiai Ma'ruf yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sementara itu, Wakil Sekjen PBNU Hery haryanto Azumi menilai kehadiran Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam shalat Jumat dan zikir bersama dalam aksi Bela Islam 212 sebagai bukti bahwa pemerintah merespons positif gagasan rujuk nasional.
"Hadirnya Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla itu sebagai sinyal atau pertanda pemerintah menyetujui gagasan rujuk nasional Kiai Ma'ruf Amin," kata dia.
Menurut dia, integrasi nasional yang kokoh menjadi syarat terwujudnya stabilitas nasional. Jika pada kenyataannya masih terjadi tindakan yang dianggap mengganggu konsensus kebangsaan?maka harus disikapi dengan cara-cara bijaksana.