Selasa 29 Nov 2016 18:40 WIB

Pemerintah Dorong Wirausaha dan Koperasi Pesantren

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Damanhuri Zuhri
Menteri Sekretaris Negara RI, Pratikno
Foto: Republika/Rakhmawaty La'Lang
Menteri Sekretaris Negara RI, Pratikno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendorong makin maraknya wirusaha dan koperasi di Pondok Pesantren. Majunya usaha pondok pesantren akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjelaskan, Presiden Joko Widodo sangat ingin mengembangkan kewirausahaan santri maupun organisasi Islam makin marak. Presiden Jokowi sangat komitmen soal ini. ''Kalau santri dan pesantren punya ekonomi bagus, itu sudah turut membantu menyejahterakan masyarakat,'' jelas Pratikno.

Presiden Jokowi juga mendorong pemberdayaan umat melalui koperasi umat dan usaha rakyat. Pemerintah sudah melakukan moratorium sawit dan mengumpulkan lahan yang sudah tidak diperpanjang kontraknya dan lahan yang tidak digunakan hingga luasnya mencapai sembilan juta hektare.

Presiden Jokowi, kata Pratikno, tidak ingin ini dilepas ke konsesi begitu saja. ''Lahan ini inginnya dikelola usaha rakyat. Kemenkop diminta untuk mendampingi di sisi manajemen koperasi,'' kata Pratikno dalam Halaqah Tabayyun Konstitusi Ulama Rakyat yang digelar PKB di Kemayoran Jakarta, Selasa (29/11).

Untuk berbisnis, memang butuh korporasi, tapi bukan milik keluarga, melainkan oleh koperasi agar hasilnya juga untuk anggota. Sayangnya, level kewirausahaan Indonesia masih rendah. Idealnya 12 persen penduduk berwirausaha, tapi level kewirausahaan Indonesia masih satu persen. Maka Presiden Jokowi meminta ormas dan pesantren membantu mengembangkan usaha masyarakat.

Dengan koneksi ponsel lebih dari 300 juta dan pengguna aktif di media sosial di atas 70 juta di Indonesia, akan mengerikan bila hal itu tidak diarahkan pada kegiatan produktif. Banyak bisnis daring nasional seperti Gojek, HijUp, dan Buka Lapak yang berhasil membantu menghidupkan usaha.

Usaha di dalam negeri penting untuk menghadapi ekonomi global juga sedang lesu sehingga produk Indonsia sulit diekspor dan banyak negara menyelamatkan diri masing-masing.

Beruntung, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas lima persen dan berada di urutan ketiga setelah India dan Cina. Tapi kalau kondisi politik tidak stabil, ekonomi bisa mundur.

Minyak sempat boom pada 1970-1980-an. Pada 1990-an boom kayu dan pada 2000-an boom barang tambang dan sawit. Tapi itu tidak berhasil menjadikan Indonesia sebagai bangsa maju. Indonesia kehilangan momen.

Setelah pertambangan lesu, ekonomi nasional terpengaruh. Karena itu, subsidi BBM sebesar Rp 630 triliun dipangkas. Pemangkasan ini karena 80 persen subsidi dinikmati orang kaya, selain juga rawan penyelundupan.

Pemerintah berhemat untuk mendorong pembangunan infastruktur dan menyejahterakan masyarakat. ''Memang belum terasa segera, tapi kalau ditunda, pembangunan tidak akan pernah terlaksana,'' jelas Pratikno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement