Selasa 29 Nov 2016 16:29 WIB

Tantangan Menjadi Muslim Kuba

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko
  Muslim Kuba shalat Maghrib berjamaah usai makan Iftar atau buka puasa bersama di Havana, Cuba, Jumat (3/8).   (Desmond Boylan/Reuters)
Muslim Kuba shalat Maghrib berjamaah usai makan Iftar atau buka puasa bersama di Havana, Cuba, Jumat (3/8). (Desmond Boylan/Reuters)

REPUBLIKA.CO.ID, SANTA CLARA -- Komunitas Muslim di Kuba terbilang masih sangat muda. Jumlahnya hanya sekitar seribu orang. Negara sosialis ini memiliki mayoritas penduduk umat Kristiani Katolik.

Sebagian besar budaya Islam dipengaruhi oleh imigran yang datang dari negara-negara Arab. Jika menilik sejarahnya, Islam di Kuba dibawa pada 1593 oleh Moors dari Andalusia.

Moors adalah anggota Muslim Afrika yang sudah bercampur dengan keturunan Berber dan Arab. Berber adalah penghuni keturunan pra-Arab di Afrika Utara. Berber tinggal menyebar di sepanjang Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya, Mesir, Mali, Niger, and Mauretania.

Kuba mencatatkan perdagangan dengan Timur Tengah khususnya untuk komoditas gula. Ini membuat sejumlah Muslim tinggal di Havana atau Santiago. Namun perjalanan Islam tidak berjalan mulus.

Sebagian besar imigran Arab biasanya tidak lagi beragama setelah sampai di Kuba. Budaya membuat Muslim sulit mempraktikan agama. Rum adalah minuman paling banyak dikonsumsi karena harganya yang sangat murah.

Daging babi menjadi makanan yang paling sering dimakan. Supermarket jarang menyajikan makanan halal. Ayam yang halal harus didatangkan dari Brazil. Ini membuat harganya sulit dijangkau.

Pakaian seperti tunik atau kerudung pun jarang diperjualbelikan. Biasanya mereka mendapatkannya dari orang yang baru saja pulang dari negara-negara Muslim.

"Banyak orang mengatakan Muslim di Kuba adalah Muslim sesungguhnya, karena sulit untuk mempertahankannya di sini daripada di negara yang jumlah Muslimnya banyak," kata Hajji Isa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement