Selasa 29 Nov 2016 10:13 WIB

Pengawasan Zakat oleh OJK Diakui Masih Sekadar Pemikiran

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Ketua Badan amil Zakat Nasional (BAZNAS) Bambang Sudibyo (kanan) didampingi Menteri PPN / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Bambang Brojonegoro.
Foto: Republika / Darmawan
Ketua Badan amil Zakat Nasional (BAZNAS) Bambang Sudibyo (kanan) didampingi Menteri PPN / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Bambang Brojonegoro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo menegaskan, pengawasan zakat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang masih sekadar ide. Namun, dia menuturkan itu memang harapan atas pengawasan zakat di masa depan.

"Memang itu semua masih dalam pemikiran, tapi memang harus dilakukan demi akuntabilitas dan kepercayaan publik," kata Bambang kepada Republika, Senin (28/11).

Justru, lanjut Bambang, pemikiran ini sudah harus dijadikan semacam ancang-ancang, sehingga pengawasan dana zakat di masa yang akan datang bisa dilakukan OJK. Pasalnya, dia merasa, kalau pengawasan hanya dilakukan Baznas, maka kepercayaan masyarakat akan badan amil zakat bukan tidak mungkin bisa saja berkurang.

Dikatakan Bambang, UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, memang sekadar mengatur kalau setiap lembaga amil zakat akan diaudit akuntan publik. Tapi, dia mengingatkan, bila belakangan Bappenas sudah memasukkan zakat dan wakaf ke dalam masterplan keuangan syariah.

Menurut Bambang, jika itu semua sudah resmi berarti Baznas, Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) sudah harus masuk ke kewenangan OJK, untuk mendapat pengawasan. Bahkan, itu diperkuat dengan langkah Presiden Joko Widodo yang membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). "Itu sudah konsekuensi, dan kita harus ikuti," ujar Bambang.

Sebelumnya, ide pengawasan dana zakat oleh OJK sempat menuai pro dan kontra, terutama dari lembaga-lembaga amil zakat yang resmi terdaftar di Kementerian Agama. Walau tidak menolak ide, penerapan itu dirasa belum bisa dilakukan saat ini, terutama karena belum ada legalitas berupa UU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement