Sabtu 26 Nov 2016 08:04 WIB

Anak

Anak balita menangis (ilustrasi
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Anak balita menangis (ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Muid Badrun

Setiap pagi, dari kamar saya sering terdengar tangisan keras anak-anak. Sesekali sampai keluar batuk-batuk mengiringi kerasnya tangisan. Sang anak memanggil, "Ibu... Ibu... Ibu..."

Tetap saja ibunya bergeming. Sampai akhirnya suara tangisan itu tak terdengar lagi. Saya suka tidak tega melihat anak menangis meraung-raung. Ingin rasanya tahu ada apa sebenarnya.

Tempo hari, ketika perjalanan pulang naik kereta pun saya mendengar anak menangis sejadi-jadinya. Ibunya tidak sabar dan memarahi anaknya karena membuat malu seisi kereta. Anak bukan malah diam, tapi makin keras suara tangisannya.

Hari ini, kita menyaksikan berita di TV, seorang anak (Aditya Fadhillah, Palembang) tewas akibat tendangan maut ibu kandungnya sendiri. Sungguh, makin mengerikan kondisi anak di Indonesia. Makin menakutkan jika anak lahir dari keluarga tanpa ilmu berkeluarga.

Maka benar peringatan Alquran, "Bahwa ketika manusia punya hati tapi tidak untuk memahami, punya mata tidak untuk melihat kebesaran Allah, punya telinga tidak untuk mendengar peringatan Allah, mereka itu seperti binatang bahkan lebih biadab lagi.'' (QS al-A'raf [7]:179).

Inilah fakta yang saat ini ada di sekeliling kita. Lalu, apa solusinya? Yang paling sederhana adalah mengajak seluruh orang tua Indonesia mengerti bahwa anak lahir bukan kemauan dia.

Ia lahir karena kemauan kita orang tuanya. Jika mengerti saja tak bisa. Bagaimana bisa memahami. Apalagi melakukannya.

Tulisan ini berikhitiar mengingatkan para orang tua Indonesia agar jangan sampai kejadian aditya terulang lagi. Karenanya ilmu berkeluarga itu penting. Minimal membekali para orangtua sekaligus mengajak untuk sayang pada anak, peduli pada anak, dan tanggung jawab pada anak.

Tangisan anak itu biasa. Namun menjadi tidak biasa dan berakibat fatal jika kita orang tuanya tak mengerti cara menanganinya. Kita pun orang tua diajari Alquran untuk senantiasa menjaga dan melindungi keluarga dari api neraka (QS at-Tahrim [66]:6).

Api dunia itu berupa serangan berbagai hiburan lewat gadget dan lingkungan yang tidak sehat. Inilah tugas kita para orangtua. Maksud api neraka adalah segala hal yang melekat pada perilaku anak itu tanggung jawab orang tua. Maka bekalilah anak dengan ilmu pendidikan.

Sebelum itu, orang tua wajib membekali ilmu keluarga sebelum menjadi orangtua. Inilah yang sering luput dari perhatian kita. Kenal, menikah, punya anak, adalah critical point yang memerlukan edukasi. Tugas kita semua untuk mengkampanyekan hal ini. Agar jangan sampai terjadi lagi kejadian seperti yang dialami Aditya di Palembang.

Inilah hikmah besar bagi para orangtua di Indonesia. Sudahkah mereka meluangkan waktu untuk anak-anak mereka? Atau jangan-jangan karena kesibukan kerja dari pagi sampai malam, dengan alasan capek, anak tidak pernah disentuh. Dibiarkan saja dengan hanya diberinya gadget dan diserahkan pembantu atau day care.

Kalau ini yang kita lakukan, maka kita dengan sengaja sedang memproduksi anak tanpa hati, anak tanpa kasih sayang. Oleh karena itu, mari para orang tua Indonesia, mulai mendengarkan anak, meluangkan waktu untuk anak, sabar atas sikap anak, mendoakan anak, menjaga dan merawat anak, memeluk anak, mendidik anak sekaligus mencarikan anak pendamping hidup yang saleh bukan yang salah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement