Selasa 22 Nov 2016 18:46 WIB

MUI Prihatin dengan Tragedi Kemanusiaan Rohingya

Anak-anak pengungsi Rohingya  berebut biskuit yang dibagikan petugas.
Foto: Reuters
Anak-anak pengungsi Rohingya berebut biskuit yang dibagikan petugas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) prihatin dengan tragedi dan krisis kemanusiaan yang menimpa kelompok Muslim Rohingya akibat konflik di Rakhine, Myanmar. MUI mengimbau pemerintah, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, untuk berinisiatif mengambil prakarsa menghentikan tindak kekerasan di Myanmar.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai, telah terjadi tindakan kejahatan atas kemanusiaan yang diderita oleh suku Rohingya di Myamnar. Oleh sebab itu, MUI mengutuk tindakan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh rezim pemerintah Myanmar terhadap kaum muslimin Rohingya.

"MUI mendesak pemerintah RI untuk berperan aktif dalam tragedi kemanusiaan di Myanmar sekaligus memelopori upaya penyelesaiannya bersama negara-negara anggota ASEAN dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tanpa harus mengorbankan prinsip non-intervensi," ujarnya.

MUI juga meminta pemerintah menyiapkan lahan tempat tinggal dari para pengungsi Rohingya yang melakukan eksodus. Lahan tempat tinggal tersebut misalnya di salah satu pulau yang tidak berpenghuni.

Anwar mengatakan, pihaknya akan membahas masalah tersebut dengan Kementerian Luar Negeri. "Dengan diterimanya MUI ini merupakan suatu tanda baik bahwa Menteri Luar Negeri bersungguh-sungguh mencari solusi," ucap dia.

Rohingya merupakan etnis Muslim yang menjadi minoritas dalam masyarakat Myanmar di mana pemeluk agama Buddha menjadi mayoritas. Suku Rohingya tidak dianggap sebagai salah satu dari 135 kelompok etnis berdasarkan UU Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 sehingga membuat mereka dianggap tidak memiliki kewarganegaraan.

Hal tersebut berdampak pada tidak dipenuhinya hak-hak suku Rohingya sebagai warga sebuah negara, misalnya untuk belajar, bekerja, bepergian, menikah, menjalankan agama, dan mendapatkan akses layanan kesehatan. "Kami akan mengimbau PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) supaya turun tangan dan menghentikan secepatnya tindakan brutal yang dilakukan rezim pemerintahan Myanmar. MUI juga mengimbau negara Islam untuk turun tangan dan supaya bisa menghentikan konflik," kata Anwar.

Bila rezim pemerintah Myanmar tidak bisa menghambat tindakan diskriminatifnya, maka MUI akan mengusulkan kepada Komite Nobel Norwegia untuk mencabut hadiah Nobel Perdamaian yang diterima tokoh HAM Myanmar Aung San Suu Kyi pada 1991.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement