Kamis 10 Nov 2016 12:33 WIB

Takut Pendukung Trump, Muslimah Ini Mengganti Jilbabnya dengan Topi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Damanhuri Zuhri
Muslimah Amerika/ilustrasi
Foto: getreligion.com
Muslimah Amerika/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kemenangan Donald Trump dalam ajang pemilihan Presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) membuat sebagian umat Muslim di sana khawatir. Pasalnya, Trump seringkali melontarkan pernyataan-pernyataan yang mengucilkan Muslim.

Dalam kampanyenya pun, Trump terus menyatakan sentimen anti-Muslim dan imigran, misalnya saja, akan membangun pusat data untuk mencatat Muslim Amerika Serikat. Selain itu, Trump menegaskan pula akan melarang Muslim masuk ke AS.

Pernyataan tersebut membuat kebanyakan Muslim di AS takut, salah satunya Howida Tarabzooni (18). Dia adalah salah satu mahasiswi Institut Teknologi New York yang pindah dari Arab Saudi pada 2015. Tarabzooni memutuskan mengganti jilbabnya dengan topi.

"Ini memang tidak benar. Anggap saja rasanya seperti menggunakan celana jins selama keadaan darurat ketika pakaian Anda yang lain sedang dicuci," ujarnya seperti dikutip dari New York Daily News, Rabu (9/10).

Dia sudah mengenakan jilbab sejak usia 13 tahun. Tarabzoon pun menyebut bahwa jilbab telah menyatu ke dalam kepribadiannya dan juga caranya berpakaian. Namun perempuan yang tinggal di Upper West Side ini tidak asing dengan Islamofobia.

Dia pernah dilecehkan sopir taksi dan juga beberapa orang lainnya saat kunjungan ke Prancis dan Inggris. Apalagi saat ini Presiden baru AS Trump mengusulkan larangan terhadap Muslim dan pemeriksaan ketat bagi para imigran.

"(Saya) bukan takut Trump, tapi takut para pendukungnya," ungkap Tarabzooni. Menurut dia, seorang Trump saja sudah memiliki begitu banyak kebencian dan diskriminasi terhadap minoritas. Apalagi jika ditambah kebencian dan diskriminasi dari para pendukungnya.

Rabu (9/10) pagi, Tarabzooni terbangun dari tidurnya. Setelah berpakaian, ia duduk di pintu apartemennya dan bertanya-tanya apakah dia harus pergi kuliah atau tidak. Dia menangis dan sesekali berkomunikasi dengan beberapa temannya tentang keputusan untuk menanggalkan jilbabnya di rumah.

"Saya tidak ingin mereka (teman-teman) menganggap saya bukan seorang Muslimah karena saya memutuskan untuk melepaskan jilbab karena rasa takut," kata dia.

Ketika sampai di kampus, Tarabzooni menemukan tiga dari empat yang berjilbab juga telah memilih metode alternatif lain untuk menutupi rambut mereka. Sesekali Tarabzooni berpikir untuk kembali ke Arab Saudi.

Menurut dia, bukan hanya umat Muslim yang cemas akan kemenangan Trump, tetapi juga kaum minoritas lain. "Saya melepas jilbab saya karena saya takut, tapi aku tidak ingin orang lain harus melakukannya juga," kata Tarabzooni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement