REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama RI Lukman Hakim Sarifuddin mengatakan, derasnya arus informasi dan telekomunikasi saat ini membuat generasi muda mendapatkan informasi dari berbagai sumber yang tidak terkonfirmasi dengan jelas.
"Generasi muda sekarang tidak seperti dulu, guru mereka facebook, instagram, twitter, path, blog, sejumlah website ada majelis 'alfacebookiah', beguru pada youtube, rujukannya kanjeng google," kata Lukman saat membuka Kemah Pemuda Lintas Agama, di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (7/11).
Lukman mengingatkan, era digital saat ini, pesatnya arus informasi membuat banyak orang tidak punya waktu untuk mengklarifikasi, mencerna beberapa saat sejumlah informasi yang ibarat air bah mengucur ke seluruh masyarakat.
"Ini era dimana kehidupan kita dalam sisi beragama berbeda dengan masyarakat era dulu," katanya.
Ia menjelaskan, generasi sebelumnya mendapatkan ajaran agama dan sumber kebajikan dari guru dan orang tua. Terdapat katalisator atau media yang mentransformasikan nilai-nilai agama dan nilai kebajikan dari para guru dan orang tua.
"Generasi sebelumnya berkesempatan bertanya terhadap nilai kebajikan yang diajarkan," katanya.
Menurut Lukman, semua informasi terkait agama ada di media sosial, website, tanpa diketahui siapa yang pihak yang menyebarkanya, apakah memiliki otoritas sebagai penyebar nilai kebaikan, dan atas kepentingan apa menyebarluaskannya.
"Informasi yang menyebar begitu mudahnya menyalahkan prinspi, tidak ada lagi ruang memverifikasi, dan informasi ini begitu gencar luar biasa," katanya.
Persoalan tersebut, lanjut Lukman, menjadi tantangan bagi Indonesia yang dikenal sebagai bangsa religius. Sehingga perlu menyamakan presepsi tentang agama, agar tidak mudh terjebak dengan memisahkan agama dalam kehidupan sehari-hari.
"Agama tidak bisa dipisahkan dari keseharian kita. Kalau itu terjadi, artinya kita mengingkari jati diri sebagai bangsa yang religius, yang tidak lepas dari nilai agama," katanya.
Lukman mengingatkan agar generasi mudaa mencermati, jangan menggunakan agama untuk mengingkari jati diri bangsa. Agama digunakan untuk promotif bukan konfrotatif. "Memanusiakan manusia, itu yang harus dikembangkan dalam beragama," katanya.
Ia menyarankan, dari pada agama digunakan sebagai dasar untuk menilai tindakan orang lain kepada diri sendiri. Sebaiknya menggunakan agama untuk bertindak kepada orang lain. Jika agama jadi penilaian terhadap tidakan seseorang kepada orang lain, maka ancaman potensi konflik akan terjadi.
"Jadikan agama dasar kita kepada orang lain. Karena diyakini agama apapun itu punya nilai mulia. Bagaimana kita bersikap, bertutur kata, dan bertindak," katanya.
Lukman menambahkan, generasi muda saat ini harus menjaga dan memelihara warisan luluhur yang telah menciptakan kerukunan antarumat beragama di bumi Nusantara. "Dunia takjub pada Indonesia, karena kita religius, rukun karena jasa leluruh yang telah mampu meninggalkan nilai-nilai yang arif dan bijak," katanya.
Meninggalkan warisan Indonesia, merupakan warisan yang lebih baik dari sebelumnya. Setidaknya jangan merusak atau lebih buruk dari peninggalan leluhur. Lukman berpesan kepada masing-masing umat beragama lebih meningkatkan keberagamaan, tidak hanya meningkatkan kegiatan amaliah ritus keagamaan saja, tapi juga kegiatan ilmiah. Senantian beragama berilmiah.
"Agama berilmiah, dalami ilmu agama sebaik-baiknya, dari pihak otoritas seperti para ustad, pastur, tokoh agama, biksu, yang memiliki kompetensi bukan dari pihak yang tidak jelas kompetensinya (media sosial," kata Lukman.