Sabtu 05 Nov 2016 08:33 WIB

Syafiiyah-Asyairiyah & Whatsapp: Para Millenial yang Turun ke Jalan

Massa memadati kawasan Masjid Istiqlal untuk melaksanakan sholat jumat jelang pelaksanaan aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Massa memadati kawasan Masjid Istiqlal untuk melaksanakan sholat jumat jelang pelaksanaan aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11).

Syafiiyah-Asyairiyah & Whatsapp: Para Millenial yang Turun ke Jalan

Oleh: Fitriyan Zamzami, Jurnalis Republika

===========

Stasiun Universitas Indonesia sudah penuh dengan manusia, kemarin pagi. Kali ini sebagian besar menggunakan pakaian putih, banyak juga yang berkopiah. Berdiri berjamaah di pinggir peron menanti kereta listrik menuju jantung Ibu Kota.

Di tengah kerumunan, bergerombol enam anak muda yang saling berbicara dan sesekali melepas tawa. Seperti layaknya gerombolan anak-anak muda jaman sekarang, beberapa kali obrolan terputus saat masing-masing mengeluarkan gawai dan menatap ke layar telepon genggam. Seluruhnya merek papan menengah ke atas.

Empat dari kelompok itu adalah sejawat satu kos-kosan di Bandung. Seluruhnya dari kampus-kampus negeri ternama. Sedangkan satu baru bergabung dengan kelompok itu saat bersua di stasiun.

“Kami berangkat ikut unjuk rasa dengan uang sendiri. Nggak ada yang bayarin,” kata Fahmi Atriadi yang didapuk kawan-kawannya sebagai kepala geng. Pria asal Dago, Bandung, itu adalah lulusan jurusan kimia Institut Teknologi Bandung angkatan 2009. Ia meninggalkan sejenak kegiatan sebagai pengusaha jasa travel untuk “membela agama”.

Tanpa keraguan, kelompok itu mendaku sebagai bagian dari Generasi Z alias para millenial. Kelompok pemuda kelahiran 1980-2000 yang kerap digeneralisasi sebagai bagian masyarakat yang melek teknologi, awas media, namun kerap dinilai apatis. “Ini mau pakai //framing// apa? Kata Fahmi di awal pembicaraan.

Tapi pagi itu mereka berangkat. “Namanya orang Islam pasti marah kalau Alquran dihina,” kata Endang Rahman, warga Depok lulusan Universitas Padjajaran angkatan 2010.

Menurut Endang, kesepakatan mereka berangkat kemarin diambil lewat grup whatsapp. Lelaki yang baru saja pulang sehabis jadi relawan Indonesia Mengajar tersebut, menegaskan tak ada niatan politis dari mereka.

Sebagaimana awamnya millenial, media sosial punya tempat istimewa dihatinya. Ia ingin membuktikan bahwa gerakan lewat media tersebut juga bisa punya dampak di dunia nyata.

Sedangkan Fadlan Hilmie, lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia angkatan 2007 punya alasan lebih dalam dibanding rekan-rekannya untuk bergerak kemarin. Wajar saja, ia adalah warga asli Cakung, Jakarta Timur. Ia mengambil rehat dari pekerjaan sebagai guru bahasa di salah satu madrasah di Cakung, kemarin.

“Jadi unjuk rasa ini adalah akumulasi. Orang-orang sudah marah dengan kesewenang-wenangan Ahok (Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama),” kata dia. Yang ia maksudkan adalah rerupa penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI sejak Ahok naik tampuk. “Itu di Bukit Duri masalah hukumnya saja belum selesai,” ia berkata menambahkan di dalam kereta listrik ke Jakarta yang sesak dengan para peserta unjuk rasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement