Kamis 27 Oct 2016 11:05 WIB

Pengamat: Lambannya Kasus Al Maidah Bukti Ketidakmampuan Polri

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Sebuah petisi di change.org terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama (Ahok) soal Surah Al Maidah Ayat 51 yang menyinggung umat muslim.
Foto: change.org
Sebuah petisi di change.org terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama (Ahok) soal Surah Al Maidah Ayat 51 yang menyinggung umat muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Solidarity Network for Human Rights (SNH) Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid, menilai kredibilitas aparat kepolisian semakin dipertanyakan bila kasus laporan atas pernyataan Basuki Tjahaja Purnama terkait dengan surah al-Maidah ayat 51 jalan di tempat.

Terlebih, kata dia, adanya desakan dari beberapa pihak yang akan mengawal kasus tersebut dengan melakukan pengerahan massa. Seperti terkonfirmasi bahwa pada Jumat (4/11) mendatang, akan ada pengerahan massa yang akan menduduki istana presiden di kawasan medan merdeka.

"Lambannya penanganan kasus penistaan Alquran ini dianggap sebagai bentuk ketidakmampuan pemerintah, dalam hal ini pihak kepolisian, dalam menyelesaikan persoalan hukum," ujar Sylviani dalam satu diskusi di Cijantung, Jakarta pada Rabu (26/10).

Sylvi meminta aparat kepolisian untuk mengamalkan Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. "Konstitusi kita menganut doktrin rule of law, di mana salah satu pilar utamanya adalah persamaan di dalam hukum," terang advokat yang tergabung dalam International Jurist Union ini.

Dalam konteks tersebut, lanjut Sylvi, siapa pun yang melanggar hukum, baik presiden, anggota dewan, maupun rakyat jelata, ketika melanggar hukum harus diproses sebagaimana aturan dalam perundang-undangan.

"kalau sudah jelas melakukan tindak pidana, seharusnya ya diproses secara hukum, jangan tunggu ini dan itu lagi, proses sesuai aturan," ujarnya.

Aktivis yang juga advokat ini menilai, kasus yang terjadi pada Ahok terkait diduga menistakan Alquran, disinyalir ada kekuatan besar dibalik yang membuat kasus ini lamban ditangani. "Saya tidak tahu apa yang membayangi kepolisian, sehingga sampai detik ini enggan memeriksa Ahok," katanya.

Padahal, di berbagai kasus yang sama, sudah banyak yang menjadi pesakitan akibat pelecehan terhadap keyakinan dan agama yang dianut di Indonesia. Mulai dari sastrawan Arswendo sampai Tajul Muluk, demikian sederetan nama yang pernah divonis bersalah akibat pelecehan yang dilakukan terhadap keyakinan yang diakui di Indonesia.

Karena itu, SNH Advocacy Center mengajak komponen masyarakat untuk tetap percaya kepada aparat penegak hukum. Tapi di sisi lain meminta kepada aparat kepolisian untuk tetap menjaga marwah institusinya.

Dengan tidak terpengaruh oleh kekuatan apa pun yang menghalangi penegakan hukum di Indonesia, sehingga menindak siapa pun tanpa terkecuali pihak-pihak yang melakukan tindak pidana. Dan kepada masyarakat agar tidak melakukan hal-hal di luar hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement