REPUBLIKA.CO.ID, DES MOINES -- Meski peran wanita dan pria dalam rumah tangga di AS makin setara, namun ada peran yang tak bisa digantikan dari seorang ibu, termasuk soal agama.
Dalam laporan terbaru dari Pew Research Center, dibanding sosok ayah, sosok ibu lebih berpengaruh pada pilihan anak-anak mereka atas agama.
Sepertiga dari 5.000 responden warga AS mengatakan ibu mereka lebih bertanggungjawab atas pengalaman agama dibandingkan ayah mereka, demikian dilansir The Atlantik, Rabu (26/10).
Di keluarga dengan latar belakang agama berbeda, persentase pengaruh ibu lebih besar lagi, lebih dari 50 persen. Pun dalam keluarga dimana salah satu orangtua lebih religius dibandingkan yang lain, hampir dua pertiga responden juga mengatakan ibu mereka yang memberi pengaruh dalam kehidupan beragama yang mereka jalani.
Ada penjelasan demografik gamblang mengapa ini terjadi, yakni wanita AS lebih religius dibandingkan para pria. Para wanita menilai agama sangat penting bagi mereka. Para wanit juga cenderung mengadalkan keyakinan agama, bahkan saat mereka menikah dengan pria yang tidak relijius.
83 persen rumah hasil riset Pew menunjukkan, dalam rumah tangga dimana orangtua dianggap tidak relijius pun, para ibu masih lebih relijius. Namun, masih sulit diketahui mengapa para ibu memiliki pengaruh semacam ini kepada anak-anak mereka.
Relijiusitas sosok ibu bisa membawa konsekuensi terukura dalam sebuah keluarga. Berdasarkan riset Pew, setengah dari jumlah partisipan mengaku saat ini menjalankan agama yang dianut ibu mereka dan hanya sepertiga dari total responden yang mengaku menjalankan agama yang dianut ayah.
Fakto relijiusitas juga berperan penting dalam membentuk perpepsi wanita atas prospek pernikahan dan kebahagiaan. 68 persen wanita yang masih lajang mengatakan agama calon pasangan mereka sangat atau penting bagi mereka. Sementara hanya 55 persen pria lajang yang memandang agama calon pasangan mereka sebagai hal sangat atau penting.
Wanita pun disebut sebagai tulang punggung gereja, sinagog, masjid, atau tempat ibadah lain. Namun, sebagian komunitas agama juga khawatir dengan kurangnya partisipasi para pria. Bahkan dalam beberapa kegiatan, rumah ibadah membuat program yang menarik bagi para pria.
Kekhawatiran ini dinilai positif. Sosiolog Brad Wilcox dan Nicolas Wolfinger menemukan pemuda berkulit hitam yang terlibat aktif di kegiatan agama memiliki kecenderungan yang rendah untuk melakukan aksi kriminal atau malas bekerja dan bersekolah.
Namun secara umum, pria di semua entis dan ras cenderung menghindari relijiusitas. Bila mereka memilih menjauh dari komunitas keagamaan, yang rugi tak hanya komunitas agama, tapi para pria itu sendiri juga.
Pew juga menemukan wanita lebih tahan terhadap 'beban' pendidikan agama. Sayangnya, tak semua anak dibesarkan langsung orangtua kandungnya.