Rabu 26 Oct 2016 17:21 WIB

Masyarakat Diminta tak Terprovokasi Perbedaan Terjemahan Awliya

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Teguh Firmansyah
Alquran
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam diminta tidak terprovokasi dan khawatir atas adanya perbedaan terjemahan kata awliya dalam surah al-Maidah ayat 51. Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fahmi Salim mengatakan, Alquran tidak bisa dipalsukan. Terjemahan Alquran bukanlah Alquran itu sendiri.

"Terkait terjemahan awliya bisa berarti banyak seperti teman setia, pemimpin, dan lain-lain, tapi itu menunjukkan makna berdekatan, tidak kontradiktif," ujarnya kepada Republika.co.id/, baru-baru ini.

Dia menyebut dalam versi terjemahan lama Alquran, Kementerian Agama (Kemenag) mengartikan awliya sebagai 'pemimpin'. Kemudian dalam terjemahan baru, Kemenag mengartikannya sebagai 'teman setia'.

Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak mengerti terkait perbedaan terjemahan tersebut. Untuk itu, kata Fahmi, Kemenag perlu bertanggung jawab memberikan klarifikasi.

(Baca Juga: Makna Awliya MUI, Kalau Teman Dekat tak Boleh Apalagi Pemimpin)

Beberapa tafsir bahasa Indonesia memaknai awliya sebagai 'pemimpin', salah satunya terjemahan Buya Hamka. Sementara Kemenag resmi menggunakan 'teman setia'. Namun dalam isi tafsir keduanya mengandung larangan untuk menjadikan yahudi atau nasrani sebagai pemimpin umat Islam.

"Meski terjemahan berbeda, tapi tafsirnya sama. Harap masyarakat Muslim bersikap dewasa dan tidak perlu terprovokasi," kata Fahmi.

Umat Muslim sebaiknya tidak usah emosional menanggapi isu Alquran palsu lantaran adanya perbedaan arti awliya. "Yang penting maknanya selaras untuk tidak menjadikan yahudi dan nasrani sebagai pemimpin," ujar dosen di Uhamka Jakarta ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement