Rabu 26 Oct 2016 08:23 WIB

Manuver Ahok, Bara Konflik SARA, dan Ancaman Negara Gagal

 Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (tengah) menerima roti buaya yang diberikan oleh sejumlah relawan Ahok-Djarot di Balai Kota, Jakarta, Senin (29/8).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (tengah) menerima roti buaya yang diberikan oleh sejumlah relawan Ahok-Djarot di Balai Kota, Jakarta, Senin (29/8).

Manuver Ahok, Bara Konflik SARA, dan Ancaman Negara Gagal

Oleh Abdullah Sammy, Jurnalis Republika

Lembaga Fund of Peace menempatkan Indonesia berdiri pada posisi ke-87 dari daftar negara yang paling rentan di dunia. Kerentanan Indonesia untuk menjadi negara gagal memang belum pada level yang mengkhawatirkan. Paling tidak ukurannya hingga 2015.

Namun, jika mencermati data yang disajikan oleh lembaga nonprofit asal Washington itu, ada sisi yang benar-benar kita mesti cermati. Sebab, sejak 2014, grafik Indonesia untuk menjauhi label negara gagal terus berkurang. Pada tahun 2011, Indonesia mencatat 6,7 poin menjauhi label negara gagal. Takaran angka ini terbilang sangat signifikan.

Pada tahun 2012 dan 2013, poin pertumbuhan yang dicatat Indonesia pun masih cukup baik 5,7 dan 3,3 poin menjauhi label negara gagal. Namun, sejak suksesi pemerintahan dari SBY ke Jokowi, poin pertumbuhannya jauh berkurang.

Memang, poin Indonesia masih positif. Namun angka pertumbuhannya hanya 1,9. Angka yang jauh lebih kecil terjadi di 2015 yang mana kini angka pertumbuhan Indonesia menjauhi label negara gagal hanya 0,1 poin.

Banyak faktor untuk mengukur tingkat kegagalan sebuah negara. Faktor itu di antaranya sosial, ekonomi, dan politik.

Namun, untuk bahasan kali ini, saya akan fokus membedah faktor politik yang mengancam sebuah negara terperosok menjadi negara gagal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement