Selasa 25 Oct 2016 04:21 WIB

Dipecat karena Berjilbab, Muslimah Swiss Menangkan Gugatan di Pengadilan

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Muslimah Sholehah (Ilustrasi)
Foto: Hambamuslim.com
Muslimah Sholehah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BERN -- Seorang Muslimah di Swiss, Abida (29 tahun), yang dipecat dari pekerjaannya gara-gara mengenakan jilbab, berhasil memenangkan gugatan di pengadilan melawan pihak perusahaan yang memecatnya.

Majelis Hakim Pengadilan Wilayah Mittelland di Kota Bern menyatakan, Abida telah dipecat secara tidak adil dari tempat usaha jasa cuci pakaian oleh majikannya. Padahal, perempuan itu telah bekerja di sana selama enam tahun.

Abida—yang memiliki darah Serbia—mulai mengenakan hijab pada Januari 2015. Sejak itu, pemilik usaha tempatnya bekerja meminta perempuan itu agar melepaskan busana penutup kepala yang ia kenakan. Tak hanya sampai di situ, sang majikan juga mengancam bakal memecat Abida jika permintaan  tersebut tidak ia hiraukan.

Salah satu media setempat, Le Matin Dimanche melaporkan, majelis hakim Pengadilan Wilayah Mittelland berpendapat bahwa perusahaan telah melanggar hak konstitusional Abida dalam hal kebebasan berekspresi. Hakim juga menyatakan bahwa mengenakan jilbab tidak dapat dijadikan dasar untuk memecat seorang pegawai, kecuali hal itu menghalangi yang bersangkutan melaksanakan tugasnya atau secara substansial memengaruhi lingkungan kerja di sekitarnya.

Atas tindakan pemecatan yang tidak adil tersebut, pengadilan memutuskan bahwa pihak perusahaan wajib membayar tiga bulan gaji dan kompensasi senilai 8.000 franc Swiss (setara Rp 105 juta) kepada Abida.

Dalam beberapa waktu belakang ini, isu pelarangan busana yang berbau Islami menjadi kian marak di seantero Eropa. Larangan secara keseluruhan maupun parsial telah diterapkan di beberapa negara, seperti Prancis, Belgia, Belanda, Swiss, Italia.

Bulgaria menjadi negara terbaru yang mengikuti langkah tersebut dengan mengumumkan larangan terhadap penggunaan cadar, termasuk burqa, dan niqab pada awal bulan ini. Sementara, Jerman dikatakan tengah mempertimbangkan mengambil kebijakan serupa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement