Senin 17 Oct 2016 18:53 WIB

PP JPH Ditargetkan Selesai Tahun ini

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Makanan halal (ilustrasi)
Foto: republika.co.id
Makanan halal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama menargetkan peraturan pemerintah tentang jaminan produk halal (PP JPH) selesai tahun ini. Semua kendala bisa diselesaikan meski masih butuh penyempurnaan.

Kasubdit Produk Halal Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, Siti Aminah menjelaskan, pihaknya berusaha agar PP JPH tetap bisa selesai 2016 ini. Karena banyak yang harus dibahas lagi setelahnya.

''Kami berusaha. Pembahasan terus berjalan. Saat ini benahi, pekan depan finalisasi, lalu tahal selanjutnya harmonisasi. Masih panjang perjalanannya,'' ungkap Aminah usai diskusi publik tentang jaminan produk halal yang digelar Indonesia Halal Watch di Hotel Sofyan Betawi, Senin (17/10).

Pada 17 Oktober 2016 ini tepat dua tahun pembahasan rancangan PP JPH berjalan. Banyak peraturan pemerintah yang lewat dari waktu yang diamanatkan undang-undangnya, tapi karena UU JPH ini penting dan banyak yang membutuhkan, ia paham jika ini jadi sorotan.

Rancangan PP JPH sendiri sudah 10 kali dibahas antar kementerian dan lembaga. Ada hal yang semula jadi persoalan seperti kewajiban atas obat dan kosmetik bisa diselesaikan. Kemenag memahami untuk obat, seperti vaksin, butuh waktu lama, maka ada bahasan aturan peralihan.

Dalam draf RPP JPH terbaru, tidak ada penyebutan waktu. Yang ada adalah pentahapan jenis produk bersertifikat halal sebagai persiapan kewajiban sertifikasi halal pada 2019. Maka di tahap satu adalah produk makanan dan minuman, tahap dua barang gunaan dan jasa, dan tahap tiga produk obat, kosmetik termasuk produk transgenik.

''Maka saat ini sifatnya masih sukarela sampai 16 Oktober 2019. Pada 17 Oktober 2019 barulah wajib,'' kata Aminah.

Hal lain, yang jadi perhatian adalah aturan peralihan terkait produk obat. Tim penyusun mencari norma yang sesuai tanpa menyalahi undang-undang. Misalnya bahan baku obat belum ada halal, maka obat dianggap halal adalah hal yang menyalahi undang-undang. Maka butuh norma yang bisa membantu.

Kosmetik pun awalnya dipermasalahkan. Tapi Kemenag punya kesimpulan, kosmetik tidak dalam kategori sepenting obat yang berkaitan dengan jiwa. Salain itu, sekarang pun kosmetik ada banyak pilihan. Sehingga saat ini yang perlu banyak dibahasa dengan pakar hukum adalah soal obat.

Begitu pula kewajiban untuk pelaku UMKM. Maka perlu ada norma agar mereka bisa diedukasi. Apalagi, ada 57 juta pelaku UMKM. Pemerintah sendiri menyediakan bantuan sertifikasi halal untuk mereka seperti di Kemenag. ''Mungkin kalau ada BPJPH, dana bantuan ini bisa ditambah,'' kata Aminah.

Sayangnya, dibanding pelaku usaha dalam negeri, pelaku usaha luar negeri yang Aminah lihat justru fokus, menaati aturan, dan sangat peduli soal kehalalan. Pengusaha lokal justru tidak begitu proaktif. Kalau begitu, produk halal lokal bisa kalah bersaing dengan produk luar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement