Demontrasi Gugat Ahok, Keadilan Bambang dan Samad, Hingga Ancaman Negara Tercabik
Oleh: Erie Sudewo, (Pendiri Dompet Duafa)
Saya longok satu giras di Surabaya. Giras, atau Kopi Giras itu warkop ala bonek. Pedagangnya banyak dari Lamongan, Gresik, dan Madura. Belum lagi saya duduk, suara dari meja sebelah mengagetkan.
“Ahok bisa dilengserkan, gak?” kata seseorang di antara mereka. “Soeharto bisa, apalagi Ahok. Ta’ iyee”, kata yang lain dengan logat kental Maduranya.
Ini ingatkan suasana di kedai kopi Ulee Kareng Aceh. Apa pun bisa dibicarakan. Dari soal remeh temeh sampai politik negara. Tak selesai di gedung DPRD, tuntas di Ulee Kareng. Tak tembus bisnis, transaksi selesai di antara kepulan asap meja warung kopi.
Nah, pada Jumat kemarin, 14 Oktober 2016, Jakarta dibanjiri demo gugat Ahok. Menurut kabar, demo ini juga merebak di Aceh, Medan, Bandung, Palembang, Muntilan, Tegal dan Solo, kota Jokowi. Demo di berbagai kota jelas besar. Cuma, tak tertayang di media. Bagi sebagian masyarakat, aneh. Bagi saya, tidak.
“Eeeh, elo itu yaaa sok beda. Emang kalo udah beda, terus hebat apaaa?” Gugat bathin saya.
“Bro, hati-hati bicara”, akal dan nurani saya ingatkan. Meski kompak, baru kali ini akal dan nurani kemukakan pandangan bersama. Tampaknya sensitif nih. Saya musti berjingkat di antara kata dan tulisan. Alias hati-hati juga, Bro.
Diskusi di meja sebelah makin hangat. Sambil sruput kopi, saya ikut menikmati pembicaraan mereka. “Jelas aja demo dong. Surat gugatan pada Ahok ditangguhkan polisi”. nampak nada suara yang protes.
“Bandingkan kasus Bambang Widjajanto (BW) dan Abraham Samad (AS). Mereka dihengkangkan karena apa?” Sambut yang lain dengan sinis.
Saya jadi ingat kala jumpa BW, November 2015 lalu. Ketika saya tanyakan, jawabnya cuma senyum. BW tak mau bahas sesuatu yang tak jelas juntrungannya. Alasan yang banyak orang bilang, sepele, dibuat-buat dan sumir.