Sabtu 15 Oct 2016 16:00 WIB

Pasang Surut Gontor

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Trimurti pendiri Pondok Modern Gontor.
Foto: dok. Gontor
Trimurti pendiri Pondok Modern Gontor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa generasi keempat, keadaan di desa dan Pondok Gontor dapat dikatakan telah sangat mundur, sedangkan kegiatan keagamaan boleh dikatakan semakin mati. Dalam keadaan yang demikian, KH Santoso tetap beristiqamah di pondok dengan santri yang hampir habis.

Pondok Gontor yang merupakan pecahan dari Tegalsari, berputar menjadi kemunduran. Ketika meninggal dunia, KH Santoso meninggalkan putra-putrinya. Tiga di antaranya yang dikenal dengan trimurti, yaitu Ahmad Sahal, Zainuddin Fannani, dan Imam Zarkasyi.

(Baca: Awal Mula Dunia Mengenal Pesantren Gontor)

Khoirun Nisa dalam karyanya yang berjudul Peran Santri Pondok Modern Darussaalam Gontor Ponorogo dalam Menangkal Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) 1948 M menjelaskan, KH Imam Zarkasyi berperan besar dalam mendirikan dan menghidupkan kembali Pesantren Gontor.

Selama 11 tahun, Imam Zarkasyi menimba ilmu pengetahuan di Padang. Namun, sebelum KH Imam Zarkasyi kembali ke Gontor, maka KH Ahmad Sahal orang yang pertama kali menghidupkan Gontor.

Langkah pertama yang dilakukan KH Ahmad Sahal adalah mendirikan lembaga pendidikan yang kemudian diberi nama Tarbiyatul Atfal (pendidikan anak-anak).

Bermula didirikan Tarbiyatul Atfal (1926) dan pada peringatan syukuran satu dasawarsa pondok, tanggal 19 Desember 1936, dilakukan peresmian berdirinya sistem pendidikan baru, yaitu Kulliyat al-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI-Sekolah Pendidikan Guru Islam).

Pada 1936, Pesantren Gontor telah berusia 10 tahun. KH Ahmad berencana mengadakan acara tasyakuran 10 tahun lembaga pendidikan yang dirintisnya. KH Imam Zarkasyi setelah 11 tahun menimba ilmu pengetahuan di Padang, pulang ke Gontor guna mewujudkan cita-cita yang sudah lama direncanakan oleh kakaknya.

KH Imam Zarkasyi segera pulang ke Ponorogo setelah 11 tahun belajar di luar kota, yakni lima tahun di Solo dan enam tahun di Sumatra Barat. KH Imam Zarkasyi bertekad membangun kembali kebesaran Pesantren Gontor sesuai dengan ilmu pengetahun yang diperolehnya selama belajar. Ia mendesain kurikulum sedemikian rupa sesuai kebutuhan.

KH Imam Zarkasyi menggabungkan materi yang biasa diajarkan di pesantren dan madrasah atau pelajaran agama dan pelajaran umum. Di antara pelajaran agama di Pesantren Gontor, yaitu aqa'id, Alquran, tajwid, tafsir, hadis, ilmu hadis, fikih, usul, perbandingan agama, dan sejarah kebudayaan agama. Termasuk pelajaran umum yang diajarkan di sini adalah ilmu jiwa pendidikan, sejarah pendidikan, ilmu sosial, ilmu alam dan berhitung.

Menurut Salahuddin M dalam Napak Tilas Masyayikh, beberapa pelajaran agama menggunakan buku karya KH Imam Zarkasyi sebagai buku acuan, seperti pelajaran bahasa Arab, balaghah, ilmu mantiq, akidah, fikih, dan tajwid.

Pada acara tasyakuran 10 tahun inilah, diresmikan pula penggunaan sebutan modern untuk pesantren. Sebelum itu, nama Pondok Gontor hanyalah Darussalam.

Kata  modern hanya disebut oleh masyarakat di luar pondok. Setelah disahkan penggunaan label modern, nama lengkap Pondok Gontor menjadi Pondok Modern Darussalam Gontor.

Bahkan sekarang, sebutan pondok modern ini justru lebih dikenal oleh masyarakat daripada Pondok Darussalam

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement