REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam memulai hidup bernegara setelah Rasulullah SAW hijrah ke Yatsrib, yang kemudian berubah menjadi Madinah. Di kota ini, Rasulullah SAW segera meletakkan dasar kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru di bawah pimpinan beliau.
(Baca: Di Madinah Lahirnya Sistem Politik Islam)
Masyarakat baru ini merupakan masyarakat majemuk, yang terdiri atas tiga golongan penduduk. Pertama kaum Muslimin yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar, dan ini adalah kelompok mayoritas. Kedua, kaum musyrikin, yaitu orang-orang suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam, kelompok ini minoritas.
Ketiga, kaum Yahudi yang terdiri dari tiga kelompok. Satu kelompok tinggal di dalam kota Madinah, yaitu Bani Qainuqa. Dua kelompok lainnya tinggal di luar kota Madinah, yaitu Bani Nadir dan Bani Quraizah. (Baca Juga: Baiat Aqabah dan Lahirnya Negara Islam Madinah)
Setelah sekitar dua tahun berhijrah, Rasulullah SAW mengumumkan tentang peraturan dan hubungan antarkomunitas di Madinah. Pengumuman ini dikenal dengan nama Piagam Madinah. Piagam ini merupakan undang-undang untuk pengaturan sistem politik dan sosial masyarakat Islam dan hubungannya dengan umat yang lain.
Piagam inilah yang dianggap sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia. Piagam Madinah ini adalah konstitusi negara yang berasaskan Islam dan disusun sesuai dengan syariat Islam.
Sebagai kepala negara, Rasulullah menyadari akan arti pengembangan sumber daya manusia melalui penanaman aqidah dan ketaatan kepada syariat Islam. Beliau membangun masjid yang dijadikan sebagai sentra pembinaan umat. Di berbagai bidang kehidupan, Rasulullah SAW melakukan pengaturan sesuai dengan petunjuk dari Allah SWT.
Di bidang pemerintahan, sebagai kepala pemerintahan, beliau mengangkat beberapa sahabat untuk menjalankan beberapa fungsi yang diperlukan agar manajemen pengaturan masyarakat berjalan dengan baik. Rasul SAW mengangkat Abu Bakar as-Siddiq dan Umar bin Khattab sebagai wazir (menteri). Juga mengangkat beberapa sahabat yang lain sebagai pemimpin di sejumlah wilayah kekuasaan Islam, diantaranya Muaz bin Jabal sebagai gubernur di Yaman.
Selain itu, sebagai kepala negara, Rasulullah SAW juga melaksanakan hubungan dengan negara-negara lain. Menurut Tahir Azhari dalam bukunya Negara Hukum, Rasulullah SAW mengirimkan sekitar 30 buah surat kepada kepala negara lain, diantaranya kepada Almuqauqis raja negeri Mesir, Kisra penguasa Persia, dan Kaisar Heraklius penguasa Romawi.
Dalam surat yang dikirim tersebut, Nabi mengajak mereka masuk Islam. Sehingga bisa dikatakan politik luar negeri negara Islam Madinah saat itu adalah dakwah semata. Bila mereka tidak bersedia masuk Islam maka diminta untuk tunduk, dan bila tidak mau juga maka barulah negara tersebut diperangi.