REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para santri Nahdlatul Ulama (NU) siap berada di garda terdepan dalam memerangi propaganda radikal terorisme di dunia siber (internet). Karena itu, PBNU telah dan tengah menjalankan program-program pemassalan agar para santri di seluruh Indonesia agar cerdas di dunia maya.
“Sebenarnya tidak cukup hanya para santri yang harus cerdas di dunia siber dalam memerangi radikal terorisme, tapi seluruh generasi muda, bahkan masyarakat Indonesia. Sebab, ancaman radikal terorisme tidak hanya kepada para santri, NU, atau umat Islam saja, tapi bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ucap Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf di Jakarta, Rabu (12/10).
Menurut pria yang juga mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid ini, untuk menghadapi ancaman radikal terorisme ini, seluruh komponen bangsa harus terlibat. Pasalnya, pergerakan kelompok radikal terorisme, terutama ISIS, sudah sangat massif, khususnya di dunia maya. Bahkan dari riset PBNU, mereka (kelompok radikal) sangat pintar memanfaatkan media sosial dan internet dalam melakukan propagandanya.
Tidak hanya materi yang bersifat ajaran agama secara komunitif saja, lanjut Yahya Staquf, tapi mereka juga melakukan propaganda dari segala bidang seperti ekonomi, seni, budaya, politik, dan lain-lain. Malahan, mereka mampu membuat video dan film dengan standar Hollywood, dan melibatkan seniman, musikus, budayawan, politikus, dan lain-lain, dalam menjalankan propagandanya.
Yahya Staquf menegaskan dengan fakta ini dibutuhkan kekuatan yang hadir di dunia cyber untuk melawan kelompok radikal terorisme. Santri NU telah terpanggil sejak lama karena ini adalah ancaman kepada negara, meski sumber dayanya masih terbatas terutama menyangkut pendanaan. Karena itu, harus ada dukungan signifikan dari pemerintah agar program pencerdasan santri dan generasi muda Indonesia di dunia cyber bisa berjalan baik.
“Sejak 2006, generasi muda NU sudah menyadari dan merasakan penetrasi gerakan ekstrim ini di media internet. Bahkan santri NU secara mandiri sebagai relawan melakukan upaya kontra narasi menghadapi kelompok radikal. Malah sampai hari ini, kami di PBNU tiap bulan mengumpulkan donasi untuk memberikan pulsa kepada santri relawan tersebut,” ungkap Yahya Staquf.
Tidak hanya di dalam negeri, jelas Yahya Staquf, PBNU juga telah bekerjasama dengan Universitas Vienna, Austria mendirikan program Vortex (Vienna Observatory For Applied Research Extremism and Terrorism). Diantara program utama yang dibangun adalah riset terhadap gerakan ekstrim di internet. Dari penelitian itu, secara global ditemukan bahwa ISIS mempunyai program di internet yang luar biasa.