Senin 03 Oct 2016 15:00 WIB

Bisnis Muslim Kuba dan Celah Dakwah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
 Muslim Kuba mendengarkan pembacaan ayat suci Alquran usai makan Iftar atau buka puasa bersama di Havana, Cuba, Jumat (3/8).   (Desmond Boylan/Reuters)
Muslim Kuba mendengarkan pembacaan ayat suci Alquran usai makan Iftar atau buka puasa bersama di Havana, Cuba, Jumat (3/8). (Desmond Boylan/Reuters)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam tulisannya The Muslims of Cuba yang dimuat Al Jazeera, pada Jumat (23/9) lalu, Sylvia Hines yang sudah berkali-kali mengunjungi Kuba menyatakan, rumah dan kafe milik keluarga Muslim sering menjadi pusat kegiatan bersama komunitas Muslim. Bahkan, dengan bisnis kecil yang mereka jalankan, celah dakwah untuk mengenalkan Islam kepada warga setempat jadi terbuka.

Di pinggiran Santa Clara, sebuah kota pelajar di pusat Kuba, misalnya, Hassan Jan menjalankan bisnis percetakan di ruangan depan rumahnya. Rumah yang dahulunya vila itu, kini disekat menjadi beberapa ruangan. Ada pula satu ruangan yang ia sediakan bagi Muslim yang butuh tempat shalat.

(Baca: Menjadi Muslim Kuba)

Di ruang depan yang dipisahkan dari bagian dalam rumah menggunakan sehelai gorden, sebuah komputer diletakkan di atas meja bersama printer tua yang lambat kerjanya. Di samping jam dinding yang digantung di atas komputer, terpasang gambar Masjid al-Haram. Ruang depan rumah Hassan itu juga tak jarang berfungsi ganda, sebagai tempat reparasi telepon, cukur rambut, atau apa saja yang dibutuhkan warga sekitar.

Untuk jasa percetakan dokumen, Hassan menarik biaya satu peso Kuba atau sekitar 0,4 dolar AS per lembar. Hassan sendiri jarang bisa mendapat lebih dari satu dolar per hari dari bisnis itu. Namun, uang itu cukup untuk menghidupi dirinya, istrinya yang bernama Shabana, dan dua anak mereka.

Usaha kecil seperti yang dijalankan Hassan membuat warga Kuba punya akses lebih besar untuk berinteraksi dengan pemeluk Islam.

Usaha juga dijalankan Jorge Miguel Garcia atau Khaled, seorang pemilik kafe yang cukup sohor di kalangan komunitas Muslim dan non-Muslim di Santiago. Pria yang berpindah keyakinan dari Baptisme menjadi Muslim ini sempat bekerja di kedokteran forensik. Namun, saat Pemerintah Kuba membuka kesempatan rakyat memulai usaha kecil, Khaled tak melewatkannya.

Ide awal bisnis Khaled sebenarnya impor suku cadang motor. Namun, bisnis jenis ini bukan salah satu yang diizinkan di Kuba. Jadilah Khaled mendirikan sebuah kafe olahraga bersama seorang temannya yang non-Muslim.

Saat ini, kafenya masih menyediakan menu babi, tapi Khaled berharap, satu saat kafe mereka bisa sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam. Ia yakin, bisnis semacam itu masih memungkinkan.

Ia membenarkan, warga Kuba sangat bergantung kepada produk babi. Namun, banyak hal berubah dan masyarakat makin senang mencoba makanan baru. Kafe Khaled sudah menjual pizza vegetarian yang tidak ditemukan di kafe lain. "Kami tidak menyajikan alkohol dan itu tidak masalah," kata Khaled.

Kafe ini penting bagi Khaled, terutama karena ini menjadi jalan bagi warga Kuba untuk bisa memahami Islam. Orang-orang yang datang ke sana akan bertanya kepada Khaled tentang Islam, dan Khaled menyukai ketertarikan pengunjung kafenya kepada Islam.

Banyak konsumen yang datang kembali ke sana, karena mereka melihat makanan di sana sehat dan tiap orang dilayani dengan baik. Khaled tahu ada prinsip kedamaian, cinta, dan ketaatan kepada Allah SWT  di dalam Islam.

Salah satu tempat lain bagi komunitas Muslim di Kuba untuk bisa saling bertemu adalah rumah Imam Pedro Lazo Torres. Kepada BBC,  presiden Liga Islam Kuba ini mengakui, tidak mudah menjadi Muslim di Kuba, tapi komunitas ini juga tidak bermaksud melakukan Islamisasi Kuba.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement