Rabu 28 Sep 2016 00:23 WIB

Masjid Itenas, Wujud dari Sebuah Gotong-Royong

Rep: Djoko Suceno/ Red: Agus Yulianto
Masjid Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.
Foto: dok. Istimewa
Masjid Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, sangat dinamis. Banyak program keagamaan, khususnya Islam, yang dimotori para mahasiswa. Bahkan mereka pun memiliki wadah yang tergabung dalam Komunitas Muslim Itenas (KMI). Komunitas ini tak hanya bermanfaat bagi kalangan internal, tapi juga masyarakat sekitar.

Kegiatan keagamaan yang dipusatkan di Masjid Itenas sudah berjalan belasan tahun. "Masjid Itenas menjadi rumah bagi mahasiswa saat di kampus. Disinilah kami mengadakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan iman dan taqwa," kata aktivis KMI, Deni Rohandi kepada Republika.

Menurut Deni, KMI merupakan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Itenas. Anggota KMI, kata dia,  adalah mahasiswa Itenas dari berbagai jurusan.

Berbagai kegiatan rutin diselenggarakan oleh KMI. Kegiatan tersebut antara lain tahsin Alquran, mabit, hingga menjadi kakak asuh bagi siswa kurang mampu yang berada di sekitar kampus tersebut.

Dikatakan Deni, kegiatan tersebut diselenggarakan secara rutin dengan melibatkan anggota KMI. Untuk kegiatan tahsin Alquran diselenggarakan setiap Selasa mulai pukul 16.WIB. "Untuk tahsin kita mendatangkan guru baik dari internal maupun dari luar," kata dia.

Masjid Itenas memang menjadi pusat kegiatan Islam di kampus tersebut. Masjid yang dibangun pada 1997 itu, berdiri di atas lahan seluas  500 meter persegi. Desain masjid berlantai dua ini cukup unik dan sangat nyaman baik dari sisi sirkulasi udara maupun penerangan.

Tak hanya itu, akses masuk ke masjid ada tiga pintu sehingga jamaah bisa leluasa keluar masuk tanpa menganggu jamaah lainnya. "Masjid ini dibangun dengan semangat kebersamaan," kata Ketua DKM Masjid Itenas, Prijanto Saelan.

Dikatakan Prijanto, masjid ini memiliki enam pilar di bagian luar. Dia menjelaskan enam pilar ini mengacu pada rukun iman. Sedangkan rukun Islam, kata dia, diwujudkan dalam bentuk koridor yang berjumlah lima buah.

Masjid yang berbentuk kotak ini dirancang oleh para ahli di bidangnya. Sehingga, saat memasuki masjid tersebut suasana terasa nyaman. Meski usia masjid ini sudah belasan tahun, namun terlihat bahwa bangunan ini cukup terawat. "Masjid ini belum pernah direnovasi. Hanya perawatan rutin saja," kata dia.

Prijanto mengungkapkan, sumber dana pembangunan masjid ini berasal dari seluruh elemen yang ada di Itenas, mulai dari rektorat, dosen, mahasiswa, hingga karyawan lainnya. Dari hasil sumbangan tersebut, kata dia, terkumpul uang sebesar Rp 300 juta.

Uang tersebut kemudian digunakan untuk pembangunan masjid. Pembangunan masjid yang letaknya berdampingan dengan gedung serbaguna ini, hanya berlangsung satu tahun. "Karena gotong-royong itulah proses pembangunan masjid ini berjalan lancar,’’kata dosen teknik sipil ini memberi alasan.

Tak hanya saat mengumpulkan dana untuk pembangunan masjid, saat merancang masjid ini pun para dosen dari seluruh jurusan bergabung. Mereka yang mengajar arsitektur memberikan masukan, demikian pula dengan dosen teknik sipil, desain interior, hingga geodesi.

Untuk dosen geodesi, imbuh dia, memberikan tenaga dan pikirannya dalam bentuk menetapkan arah kiblat. "Jadi masjid ini bernar-benar mencerminkan kebersamaan berbagai elemen yang ada di kampus ini," ujar dia.

Sebagai kampus masjid, lanjut Prijanto, tempat ibadah ini didesain sangat dinamis. Berbeda dengan masjid di permukiman, masjid ini dirancang agar memudahkan berbagai kegiatan keagamaan.

Kegiatan di masjid ini tak hanya diisi oleh kalangan mahasiswa dan dosen. Masyarakat umum pun, kata dia, rutin memanfaatkan masjid ini untuk kegiatan ceramah. Ceramah agama yang diselenggarakan sebuah kelompok pengajian dilakukan setiap Kamis malam dan Sabtu sore. "Kelompok pengajian ini dari luar kampus. Dan mereka sudah lama mengadakan kegiatan tersebut," ujarnya.

Diki Hasan, mahasiswa semester enam jurusan teknik industri merupakan aktivias masjid tersebut. Saat dijumpai Republika menjelang shalat Zuhur, ia tengah berdiskusi soal agama dengan rekan-rekannya di masjid tersebut.

Menurut dia, kegiatan keagamaan di masjid ini sangat dinamis. Para mahasiswa yang tergabung dalam KMI rutin menggelar berbagai kegiatan. Salah sau kegiatan yang menurut dia sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar adalam program adik asuh.

Dalam program ini, KMI merekrut sebanyak 32 siswa SD dan SMP yang tinggal di sekitar kampus. "Mereka adalah kalangan tak mampu," ujar dia.

Selain mendapatkan bantuan peralatan penunjang sekolah, kata Diki, adik asuh ini juga mendapat bimbingan belajar baca dan tulis Alquran. Untuk membantu adik asuh, anggota KMI menggalang dana dari mahasiswa.

Setiap bulan, kata Diki, adik asuh ini mendapat bantuan peralatan penunjang sekolah. "Kami tak memberikan banuan dalam bentuk uang kepada mereka, tapi peralatan penunjang kegiatan sekolah. Selain itu kami pun memiliki progam sahabat adik asuh," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement