Kamis 22 Sep 2016 08:31 WIB

PM Australia Suarakan Pelarangan Imigran Muslim

Rep: wahyusuryana/ Red: Damanhuri Zuhri
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull.
Foto: AP Photo/Rob Griffith
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Dukungan untuk pelarangan imigran Muslim di Australia terus bermunculan. Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, mengatakan imigran harus dipulangkan jika mereka tidak dianggap sebagai pengungsi.

Turnbull menekankan, negara harus mulai mempertimbangan untuk menerima kembali orang-orang yang tidak memenuhi status sebagai pengungsi. Komentar itu muncul setelah sebuah jajak pendapat, mengungkapkan hampir setengah dari warga Australia ternyata mendukung pelarangan terhadap imigran Muslim.

"Sangat penting sebuah negara memikirkan kembali, baik secara sukarela atau terpaksa, warga yang status pengungsinya telah ditolak," kata Turnbull seperti dilansir Express.co.uk"Express.co.uk, Kamis (22/9).

Bahkan, ia menganggap kehadiran imigran sebagai momok penyelundupan manusia, dan menilai kebijakan negara akan menjadi tindakan kooperatif untuk mengakhiri momok tersebut. Menurut Turnbull, salah satu tindakan yang harus siap dilakukan negara adalah menerima warga negaranya sendiri.

Komentar Turnbull ke luar setelah jajak pendapat Essential Media Communications, yang mendapati 49 persen warga Australia inginkan pelarangan imigran Muslim. Larangan itu sendiri diusulkan politisi antimigran, Paulines Hanson, dan telah didukung hampir setengah dari 1.075 responden.

Sementara, aktivis akademik dan anti-diskriminasi Austalia, Tim Soutphommasane, mengecam usulan dari Hanson dan mengungkapkan sentimen atas jajak pendapat tersebut. Ia mengingatkan, salah satu aspek yang bisa dibanggakan dari Australia justru adalah keberhasilan multikultural itu sendiri.

Meski begitu, ia membenarkan mereka yang bersimpati kepada retorika politik populis tentang ras, imigran dan Islam memiliki hak berpendapat. Namun, Tim menegaskan mereka tidak berhak melakukan fitnah dan diskriminasi, termasuk dimanjakan atau dilindungi dari kritik.

"Jika orang tidak mau disebut rasis atau fanatik, mereka dapat memulainya dengan tidak melakukan hal-hal yang melibatkan rasisme atau fanatisme," ujar Tim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement