Sabtu 17 Sep 2016 17:26 WIB

Sanksi Sosial Bagi Koruptor

Koruptor, ilustrasi
Koruptor, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mahmud Yunus *)

Islam memastikan hak milik seseorang harus dilindungi dengan sebaik-baiknya. Maka, Islam melarang keras seseorang mengambil harta milik orang lain tanpa hak. Tegasnya, Islam mengharamkan mencuri harta milik orang lain. Bahkan dalam al-Kabair karya Syamsuddin adz-Dzahabi mencuri dikategorikan dosa besar.

Lebih jauh, Islam memberi hukuman berat bagi pencuri yaitu berupa potong tangan. Allah berfirman: “Dan laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, maka potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan (sebagai) siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Al-Maidah [5] : 38).

Sayyid Sabiq menjelaskan, tangan yang digubakan untuk mencuri merupakan organ tubuh yang sakit. Oleh sebab itu, tangan yang digunakan untuk mencuri harus dipotong. Hikmahnya, agar organ tubuh yang sakit itu tidak menular ke organ tubuhnya yang lain.

Lebih lanjut dikatakan, organ tubuh yang sakit dapat mencelakakan jiwanya. Walhasil, memotong organ tubuh yang sakit tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwanya. Menyelamatkan jiwa merupakan perkara yang sangat penting dalam Islam. Maka, hukuman potong tangan bagi pencuri dapat diterima oleh agama dan akal sehat.

Memang, tidak setiap pencuri harus dipotong tangannya. Ada dua kategori pencurian: pencurian dalam skala besar dan pencurian dalam skala kecil. Pencurian dalam skala besar harus dikenai hadd potong tangan. Pencurian dalam skala kecil tidak harus dikenai hadd potong tangan. Apa kriterianya?

Kriteria pencurian dalam skala besar yaitu senilai seperempat dinar atau lebih. Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW menjatuhkan hadd potong tangan atas pencuri seperempat dinar atau lebih”. Dan dalam hadits marfu’ dijelaskan: “Tidaklah dipotong tangan orang yang mencuri kecuali dia mencuri seperempat dinar atau lebih” (HR Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah).

Kriteria pencurian dalam skala kecil yaitu senilai kurang dari seperempat dinar. Hadits riwayat Nasa’i menyatakan, Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah dipotong tangan orang yang mencuri barang (yang nilainya) di bawah harga perisai atau tameng”. Aisyah RA ditanya: “Berapa harga perisai atau tameng itu?” Aisyah RA menjawab: “Harga perisai atau tameng itu seperempat dinar”.

Bagaimana halnya dengan korupsi? Menurut KBBI korupsi (nomina) adalah “penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain”. Dan, uang yang dikorupsi itu sering kali jauh lebih besar dari seperempat dinar. Malah, uang yang dikorupsinya itu pun uang negara. Uang negara sejatinya uang rakyat.

Sejauh ini sanksi yang dijatuhkan kepada koruptor itu terbilang ringan. Akibatnya, koruptor-koruptor yang sudah dijatuhi sanksi itu pun kelihatannya tidak jera. Terlebih kalau dilihat dari banyaknya orang yang tidak takut-takut lagi melakukan korupsi.

Ironisnya dengan ditangkapnya satu, dua koruptor sama sekali tidak membuat koruptor berikutnya khawatir kejahatannya akan terbongkar. Malah, ketika seorang terduga koruptor tertangkap tangan dia itu terlihat santai saja. Buktinya, dari bibirnya kadang masih tersungging senyuman. Entah tersenyum karena apa, dan entah ditujukan kepada siapa. Supaya jera, koruptor harus dijatuhi sanksi berat. Misalnya, koruptor harus dijatuhi sanksi sosial. 

 

*) Dosen Tidak Tetap STIT Muhammadiyah, Kota Banjar

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement