Kamis 15 Sep 2016 16:15 WIB

Dilarang di Prancis dan Belgia, Industri Fesyen Muslim Tetap Hidup

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Fesyen Muslim dunia
Foto: themuslimtimes.org
Fesyen Muslim dunia

REPUBLIKA.CO.ID, RABAT--Meski Prancis dan Belgia sempat memicu kemarahan umat Islam dengan melarang penggunaan burkini dan burqa, namun industri fesyen Muslim tetap hidup di pasar fashion global.

Pengusaha asal India, Fahd dan Abdullah Hameed serta Salika Khan baru-baru ini meluncurkan laman jual beli daring modestfirever.com yang secara khusus menjual busana Muslim. Laman ini ingin menyajikan busana yang menutup aurat sekaligus tetap memunculkan sisi modis.

Fahd Abdullah mengaku pernah bekerja sebagai kepada bisnis internasional Utsav Fashion untuk beberapa tahun. ''Saya akhirnya memahami fesyen Muslimah saat ini tidak hanya tetap menjaga nilai Islam, tapi juga fashinable,'' kata Fahd seperti dikutip Morocco World News, awal pekan ini.

Fesyen Muslim yang produknya bisa dipakai kelompok agama apapun tidak hanya terbuka bagi pasar India, tapi pasar global secara masif. Berdasarkan State of the Global Islamic Economy Report 2015-2016, belanja komunitas Muslim global untuk pakaian diprediksi mencapai 230 miliar dolar AS. Pasar fashion Muslim diproyeksikan akan tumbuh menjadi 327 miliar dolar AS pada 2019.

Shukr.com yang diluncurkan pada 2002 merupakan salah satu laman jual beli daring fashion Muslim pertama di Eropa. Mereka menawarkan pakaian Muslim yang kadang sulit ditemui para wanita Muslim di toko ritel biasa.

Shukr.com mencoba membeli produk dari produsen-produsen Muslim. Namun, Cina juga memproduksi pakaian Muslim dengan harga amat murah. Produksi baju Muslim Turki juga terbilang besar dimana sebagian besar bahannya merupakan bahan katun.

Sebuah laman jual beli daring asal Turki, Modanisa, juga merasakan manfaat murahnya produk domestik mereka. Pendiri Modanisa, Kerim Ture, mengatakan ia menjual pakaian Muslim ke 60 negara dan menawarkan lebih dari 200 merek fashion Muslim di laman jual beli daring yang telah beroperasi sejak 2012 itu.

Belakangan, perusahaan Ture mendapat tambahan modal lima juta dolar AS untuk pengembangan bisnis mereka dari sebuah perusahaan modal ventura berbasis di Arab Saudi, STC Venture.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement