REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembuatan sertifkasi halal di NTB, ternyata belum maksimal. Padahal, NTB sudah terpilih diproyeksikan sebagai pusat wisata halal di Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, sertifikasi halal di NTB bisa dilakukan apabila semua aspek bergerak aktif. Karena itu, pihaknya berharap, Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) turut memberi peranan aktif.
"Selain pemerintah, LPPOM dan DSN harus bisa memberikan treatment seperti terjun langsung jemput bola," kata Ikhsan kepada Republika, Kamis (15/9).
Dikatakan Ikhsan, salah satu kendala sertifikasi halal kemungkinan disebabkan keengganan para pelaku usaha di NTB, melakukan pengurusan yang mungkin menyita banyak waktu. Sebab, mereka pasti berpikir repot apabila harus datang jauh ke Jakarta, dan tentu menyita banyak waktu yang mungkin sudah padat.
Untuk itu, kata dia, cara baru dengan jemput bola harus bisa dilakukan LPPOM dan DSN, karena akan membuat pelaku usaha itu sendiri merasa senang menguru sertifikasi halal. Selain itu, sudah pasti langkah itu bisa mempercepat proses sertifikasi halal, dan membantu mewujudkan NTB sebagai pusat wisata halal di Indonesia.
Meski begitu, Ikhsan mengingatkan, sertifikasi halal yang dilakukan para pelaku usaha, terutama di NTB, akan mendatangkan keuntungan bagi usaha mereka sendiri. Menurut dia, sertifikat halal itu akan memberikan ketenangan dan kemudahan para wisatawan untuk memilih, sekaligus keuntungan lebih besar para pelaku usaha.
"Impact dari keberhasilan wisata halal akan mengembangkan perekonomian dan industri, dan itu sudah dirasakan negara-negara lain yang kembangkan wisata halal," ujar Ikhsan.