REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan bangsa yang memiliki banyak kearifan lokal. Sayangnya, kearifan lokal itu belum bisa dijadikan komponen penting, terutama untuk mewujudkan kerukunan.
Direktur Eksekutif Abdurrahman Wahid Center Universitas Indonesia, Ahmad Suaeby, menyayangkan nilai-nilai yang diajarkan kearifan lokal tidak banyak diterapkan di Indonesia. Padahal, ia menilai kearifan lokal yang dimiliki Indonesia memiliki banyak sekali nilai penting, terutama tentang pergaulan sosial.
"Kita selalu belajar dari luar, local knowledge dianggap tidak relevan, tidak kredibel, cuma karena dianggap tidak ilmiah," kata Suaeby, Rabu (14/9).
Ia mengambil contoh ilmu pertanian di Indonesia, yang sebenarnya bisa jadi pelajaran penting karena selain mengajarkan untuk bergaul, memiliki nilai agama, budaya dan kekeluargaan. Sayangnya, ilmu-ilmu yang terkandung itu tidak dijadikan bagian penting pendidikan, apalagi kurikulum karena dinilai tidak ilmiah.
Selain itu, ia mengingatkan keberhasilan Pela Gandong menyatukan kembali Ambon, tentu melalui tentu nilai-nilai kekeluargaan atau kesamaan etnis yang ada. Rangkaian kekeluargaan, lanjut Suaeby, setelah didalami ternyata mampu menerobos tembok-tembok batas dan mendorong kepedulian lebih dari kepentingan apapun.
"Kita lihat bagaimana dua kubu yang sedang berperang sekalipun, tetap menyelamatkan keluarga dulu meskipun berbeda keyakinan," ujar Suaeby.
Untuk itu, ia menyarankan pemerintah agar mampu mencari strategi memasukkan nilai-nilai kekeluargaan, yang memang banyak terkandung dari kearifan lokal. Menurut Suaeby, tidak masalah mengambil pelajaran dari luar negeri, tapi jangan sampai pergaulan sosial yang merupakan kekhasan Indonesia menjadi terkurung.