Jumat 02 Sep 2016 14:16 WIB

Manusia Kulit

Jiwa manusia (ilustrasi)
Foto: pollsb.com
Jiwa manusia (ilustrasi)

Oleh: Fauzul Iman 

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teori tentang sifat dan tabiat manusia telah banyak dikemukakan pakar dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu teori yang sangat terkenal adalah teori libido seksual Sigmund Freud.

Menurut teori ini, manusia menjadi sehat bila kebebasan seksnya tidak terhambat. Manusia yang hidup dengan aturan moral, menurut teori ini, akan mengalami gangguan emosional alias stres. Karena itu, kata Freud, hanya dengan kekuatan seksnya manusia terbebas dari jeratan hidup.

Teori ini sepintas mengandung pembebasan manusia. Seakan sifat naluri manusia hanya cukup diselesaikan melalui kegiatan seks bebas. Padahal, kebebasan manusia yang hakiki adalah kebebasan moral yang menaungi dan menghargai setiap tuntutan kehidupan pribadi dan umat.

Teori Freud tampaknya hanya ingin melestarikan tabiat (sifat) kebebasan manusia yang diperbudak oleh nafsunya semata. Sementara, hak dan kepentingan orang lain (umat) dilalaikan.

Murtadha Muthahhari dalam bukunya Manusia Menurut Alquran mengkritik teori Freud. Ia mengatakan, teori Freud sangat cocok dengan kepentingan penguasa yang lemah ditundukkan dan yang kuat bebas berkuasa. Teori Freud, kata Muthahhari, menyiratkan bahwa bila Anda kuat, Anda bisa berbuat apa saja sepanjang tidak diprotes oleh orang lain. Sementara, bila Anda lemah, reaksi orang lain akan membatasi kebebasan Anda.

Dalam Alquran, manusia tidak serendah seperti yang dibayangkan Freud. Alquran memang menggambarkan sifat paradoksal manusia yang dalam dirinya terdapat sifat baik dan sifat jahat (QS asy-Syam[91]: 8). Namun, potensi positif manusia sangat dikedepankan oleh Alquran.

Manusia, menurut Alquran, dibedakan antara kata insan dan basyar. Kata insan yang berasal dari kata anasa, nasiya, dan al-uns menunjuk suatu pengertian sikap, kecerdasan menalar, menyesuaikan diri dengan realitas perubahan, berbudaya, menghargai tata aturan etik, dan tidak liar. Oleh karena itu, kata insan selalu digunakan oleh Alquran dalam konteks penjelasan fungsi manusia sebagai pemegang amanah, penegak amal saleh, dan penjelasan potensi lainnya.

Abbas Mahmud Aqqad dalam bukunya Al-Insan fi Alquran menyebutkan tiga fungsi kewajiban manusia. Pertama, tablig (kewajiban menegakkan agama Allah). Kedua, berilmu; dan ketiga, beramal (kewajiban melaksanakan agama Allah).

Sedangkan kata basyar yang berarti kulit, digunakan untuk menyebut nama makhluk. Manusia dalam arti basyar (kulit) mengandung arti manusia yang bangun tubuhnya membutuhkan makan dan minum. Kehidupannya bergantung kepada kebutuhan materi.

Kata insan dan basyar mengisyaratkan bahwa manusia dalam ajaran Islam berada dalam dua dimensi. Dalam dimensi insani, manusia berarti dibangun ruhaninya agar hidupnya tidak bebas semau nafsu yang menyebabkan diri dan orang lain direndahkan. Sedangkan dalam dimensi basyari, manusia bersedia berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (materi).

Sayangnya, sebagian umat manusia masih saja ada yang terkilir dengan kemilauan kulit. Lalu, mereka terpuruk dalam gelora nafsu dan kelezatan hidup lahiriah sebagai kosmetik hidupnya. Para pejabat tersungkur lunglai di terali besi setelah sejumlah harta bendawi dilahapnya tanpa amanah.

Demikianlah gambaran suram manusia kulit yang hanya berjuang demi sebongkah materi tanpa subtansi dan isi. Janji Ilahi dikhianati secuil harga diri tak terganti. Kemuliaan pun tercerabut dari akar hati nurani. Nauzubillah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement