Rabu 31 Aug 2016 17:40 WIB

Perkembangan Qiraat Alquran di Nusantara Jadi Bahasan Seminar Internasional

Rep: wahyusuryana/ Red: Damanhuri Zuhri
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Balitbang Kemenag,  Muchlis M Hanafi.
Foto: Republika / Darmawan
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Balitbang Kemenag, Muchlis M Hanafi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seminar internasional Alquran Kementerian Agama berlanjut di hari kedua. Dari sekitar empat sesi, terdapat satu yang membahas perkembangan ilmu Alquran di Indonesia.

Sejumlah turunan tema perkembangan ilmu-ilmu Alquran pun dibahas seperti qiraat Alquran, pengembangan ilmu-ilmu Alquran di perguruan tinggi dan lembaga pendidikan Islam, termasuk di tengah masyarakat.

Seminar menghadirkan Pendiri Pondok Pesantren Tahfidz Alquran Daarul Qur'an Ketapang, Tangerang, Ustaz Yusuf Mansur, yang mengungkapkan pengalaman menjalankan gerakan dakwah Alquran kepada umat Islam di Indonesia.

Turut hadir Pakar Alquran Indonesia yang juga mantan Rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ), Dr Ahsin Sakho Muhammad, yang membicarakan berbagai qiraat Alquran di Indonesia, dan terutama didapat dari manuskrip-manuskrip Alquran kuno di Nusantara.

Ada pula Pakar Tafsir Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Dr KH Musta'in Syafi'i, yang berbicara mengenai pengembangan ilmu qiraat yang ada di pesantren-pesantren.

Terakhir, sesi seminar tersebut menghadirkan Pakar Pusat Studi Alquran (PSQ), Ahmad Fathoni, yang membahas pengembangan ilmu qiraat di perguruan-perguruan tinggi Indonesia. Terdapat sejumlah catatan, evaluasi dan gagasan yang muncul pada sesi tersebut, dengan tujuan inti pengembangan ilmu-ilmu Alquran di Indonesia.

Sementara, Pgs Ketua Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur'an Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, Muchlis Hanafi, memberikan pandangannya tentang pembahasan perkembangan ilmu Alquran di Tanah Air.

Menurut Muchlis, ilmu qiraat di Indonesia sayang sekali tidak mengalami perkembangan, baik di perguruan tinggi Islam maupun pesantren. "Maka itu, kita usulkan untuk menghidupkan ilmu-ilmu ini agar tidak mati," kata Muchlis kepada Republika, Rabu (31/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement