REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah mencatat, Kesultanan Turki Utsmani mencapai puncak keemasan peradabannya pada era kepemimpinan Sultan Sulaiman yang memerintah pada 1520-1566. Salah satu peninggalan dari zaman itu adalah Kompleks Sulaimaniyah (Süleymaniye Külliye) di Istanbul, Turki.
Süleymaniye Külliye dirancang oleh arsitek besar Mimar Sinan pada 1550-1557 atas anjuran Sultan Sulaiman sendiri dan tercatat sebagai kompleks bangunan terbesar sepanjang sejarah Kesultanan Utsmani. Arsitektur bangunan ini meniru Kompleks Fatih (Fatih Külliye) yang juga berlokasi di Istanbul. Namun, arsitek Sinan membuat Kompleks Sulaimaniyah dengan kualitas arsitektur jauh lebih unggul.
Di samping sebagai pusat kegiatan sosial keagamaan, Süleymaniye Külliye juga berfungsi sebagai pusat pendidikan pada masa itu. Halamannya dikelilingi oleh jalan-jalan yang bersih dan dilengkapi dengan sejumlah sekolah untuk berbagai tingkat pendidikan. Tak hanya itu, di area kompleks ini dibangun pula sebuah sekolah kedokteran (Madrasah Kedokteran Sülaimaniyah), rumah sakit besar, dan beberapa bangunan sosial lainnya.
Arsitektur Madrasah Kedokteran Sulaimaniyah berupa bangunan lurus memanjang dengan 12 kubah di bagian atas gedungnya. Jika dilihat dari denah kompleks secara keseluruhan, posisi sekolah ini terletak di sebelah barat daya Masjid Agung Sulaimaniyah.
Pembangunan sekolah kedokteran ini dianggap sebagai titik awal dalam sejarah modernisasi institusi kedokteran pada zaman Utsmaniyah. Didirikannya sekolah ini sekaligus mengubah tradisi sebelumnya yang menempatkan pendidikan kedokteran di bawah wewenang rumah sakit.
Madrasah Kedokteran Sulaimaniyah juga menjadi sekolah kedokteran pertama dalam peradaban Islam yang memiliki akta kepercayaan sebagai institusi tempat mempelajari ilmu-ilmu medis secara mandiri. Madrasah ini didirikan untuk melatih dokter spesialis yang dipersiapkan untuk menduduki posisi sangat penting dalam bidang pendidikan kedokteran Utsmaniyah, khususnya di bidang spesialisasi medis.
"Sejak awal, Sultan Sulaiman memang memerintahkan pembentukan madrasah kedokteran di Kompleks Sulaimaniyah untuk mendidik dokter yang terampil, baik untuk kebutuhan masyarakat maupun tentara," tulis Salim Ayduz dalam artikelnya, “Suleymaniye Medical Madrasa”, seperti dikutip Muslim Heritage.
Jumlah pegawai yang bekerja di kompleks Madrasah Kedokteran Sulaimaniyah sangatlah sedikit. Para pegawai itu terdiri atas satu muderris (dosen), delapan danismend (mahasiswa), dan tiga staf tambahan yang disebut noktaci (asisten). Selain itu, ada bevvab (penjaga pintu) dan ferrash (petugas kebersihan).
Seperti madrasah-madrasah lainnya pada zaman itu, biasanya ada satu muderris yang menjabat sebagai kepala sekolah. Namun, di Madrasah Kedokteran Sulaimaniyah, ada beberapa persyaratan khusus yang harus dimiliki oleh orang yang mengisi jabatan tersebut. Di antaranya adalah harus memiliki kompetensi pendidikan di bidang ilmu kedokteran, selain dapat mengarahkan mahasiswa dalam mempraktikkan ilmu kedokteran.
Dosen pertama di Madrasah Kedokteran Sulaimaniyah adalah Tabib Ahmed Celebi bin Isa Celebi. Dari profesinya sebagai pengajar di institusi tersebut, dia menerima gaji 60 akça per hari. Meskipun sejumlah sumber menyebut upah harian muderris adalah 20 akça per hari, Ahmed menerima gaji lebih tinggi karena tingkat keahliannya di bidang kedokteran yang mumpuni.
Sejumlah dokumen lainnya mengungkapkan, beberapa muderris di Madrasah Kedokteran Sulaimaniyah ditugaskan untuk menangani lembaga-lembaga kedokteran lainnya sebagai shagird. Sebut saja beberapa dokter terkenal, seperti Büyük Hayatizâde Mustafa Feyzi, Ayasli Saban Sifai, Ömer Efendi, dan dokter kepala Gevrekzâde Hasan Efendi.
Para mahasiswa kedokteran yang belajar di madrasah ini tinggal di asrama. Mereka diberi kebebasan untuk memasak di dapur umum yang terdapat di sekolah kedokteran tersebut, juga menggunakan Rumah Sakit Dar al-Shifa di Istanbul sebagai tempat untuk mempraktikkan teori yang mereka pelajari di madrasah.