REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nahl (16) ayat 97, yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Darul Istiqamah Bulukumba, Sulawesi Selatan, KH Mudzakkir M Arif Lc MA, kebahagiaan yang benar-benar membahagiakan hanyalah kebahagiaan yang bersumber dari pendekatan kepada Allah. Kebahagiaan imani ini sangat penting dihayati sebagai tambahan kekuatan untuk perjuangan bahagia yang lebih tinggi dan semakin lama.
“Kita menghindari bahagia sesaat, kemudian susah sepanjang hari, sepanjang malam. Karena itulah amal ibadah kita mesti variatif, komprehensif, sambung-menyambung, terus-menerus tiada henti,” kata KH Mudzakkir kepada Republika, Jumat (12/8/2016).
Mudzakkir menegaskan, ketika kebahagiaan dari satu ibadah belum menguatkan untuk ibadah selanjutnya; dan atau belum memotivasi kepada amal yang lain, itu indikasi bahwa kebahagiaan itu masih rendah dan atau dosa masih terlalu banyak.
“Kebahagiaan imani lahir dari kesucian hati. Kesucian hati bersumber dari taubat, amal yang ikhlas, ittiba', khusyu', istiqamah,” tutur Mudzakkir M Arif.